Kamis, 25 Februari 2016

Proposal Kelompok 5 - Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah (Studi Kasus di Samsat Ciputat Kota Tangerang Selatan)



Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah
(Studi Kasus di Samsat Ciputat Kota Tangerang Selatan)
Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Angga Hidayat, Ph.D.
NIDN: 0426108802
Disusun oleh:
Anisa Ulfah           (2013122499)
Ernawati                (2013122211)
Lia Rosalina          (2013122385)
Sifa Fauziah          (2013120772)
Siti Setiyaningsih   (2013121843)


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG 
2016

__________________________________________________________________

A.           Latar Belakang Penelitian

Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu mulai 1 januari 2001. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah-daerah otonom dipacu untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah serta membangun daerahnya. Dari berbagai alternatif sumber penerimanaan yang mungkin dipungut oleh daerah, undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah otonom.
Sejak tahun 1948 berbagai undang-undang tentang pemerintahan daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan retribusi daerah dimasukkan menjadi pendapatan asli daerah.
Semangat otonomi daerah membawa reformasi pula dalam undang-undang pajak daerah, maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Mengingat pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem perpajakan yang pada dasarnya sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu dijaga agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan yang dapat saling melengkapi antara peraturan pajak pusat dan pajak daerah. Dalam perkembangan penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu pula melakukan perubahan dan penyempurnaan tersebut seiring dengan perkembangan situasi perekonomian secara makro serta perubahan kondisi sosial politik, yang ditandai dengan semangat otonomi daerah yang semakin besar.
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom pada awal 2008 maka Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan perekonomian salah satunya dengan pemungutan pajak daerah. Pajak daerah  merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Salah satu pajak provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor. Pembayaran pajak kendaraan bermotor biasanya dilayani di samsat masing-masing daerah/kota, untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor sesuai domisili kendaraannya. Besar kecilnya penerimaan pajak kendaraan bermotor disuatu daerah menjadi tolak ukur keberhasilan daerah dalam rangka pemenuhan pendapatan pajak daerahnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin menelaah lebih dalam mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor khususnya untuk Kota Tangerang Selatan dengan mengajukan judul proposal “Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah”

B.            Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, berikut ini masalah-masalah yang teridentifikasi, antara lain:
1.                  Penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan dirasa belum signifikan dan perlu ada pembenahan.
2.                  Keefektifan dan efisiensi penerimaan pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan belum maksimal dengan penerapan peraturan yang seharusnya.
3.                  Masih kurangnya kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan.

C.           Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan kompleksnya permasalahan yang ada dalam lingkup mengenai pajak kendaraan bermotor, penulis membatasi permasalahan tentang Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah, yaitu:
1.                  Pengertian Judul
a.                   Pajak
Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan, tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b.                  Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan besar yang operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
c.                   Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kendaraan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.
d.                  Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.


2.                  Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kantor Samsat Ciputat yang beralamat di Jalan R.E. Martadinata No.10, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Penelitian dilaksanakan pada 1 Desember sampai  dengan 31 Desember 2015.

D.           Perumusan  Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.                  Apakah pajak kendaraan bermotor berpengaruh terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan?
2.                  Apakah pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
3.                  Bagaimana perhitungan pengenaan pajak atas kendaraan bermotor?

E.            Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.                  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu:
1.                  Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan.
2.                  Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pajak kendaraan bermotor yang diterapkan di Kota Tangerang Selatan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau belum.
3.                  Untuk mengetahui perhitungan pajak atas kendaraan bermotor.
4.                  Manfaat Penelitian
Dari penulisan proposal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara langsung terkait dalam pembuatan makalah maupun yang membacanya. Adapun manfaat dari penulisan proposal ini adalah:
a.                  Manfaat Teoritis
1)             Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan secara mendalam dibidang perpajakan khususnya mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor dan sebagai syarat pengajuan skripsi.
2)             Bagi Pembaca
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai landasan atau pangkal tolak bagi penulisan dibidang yang sama di masa yang akan datang.
3)             Bagi Universitas Pamulang
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi perpustakaan, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek penelitian yang sama.

b.                  Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi bahan informasi atau masukan, untuk mengetahui persoalan pajak kendaraan bermotor sebagai pendapatan pajak daerah.

F.            Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir menurut Sekaran (dalam Sugiyono, 2013:93) adalah “metode konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.”
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tingkat efektifitas dan konstribusi penerimaan pajak kendaraan bermotor, serta seberapa besar pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pendapatan pajak daerah. Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak Daerah.

G.           Hipotesis

Menurut Sekaran (2014:135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai “hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.”
Sedangkan Sukandarrumidi (2002:126) menyatakan bahwa hipotesis yaitu “dari hasil tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian yang diharapkan atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis adalah sarana penelitian yang penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.
Adapun dugaan sementara atau hipotesis atas proposal yang penulis buat adalah:
H0     : Pajak kendaraan bermotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.
H1     : Pajak kendaraan bermotor berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.

H.           Sistematika Penulisan

1.                  Sampul muka
2.                  Halaman Pengesahan
3.                  Halaman pernyataan
4.                  Halaman abstrak (bahasa Indonesia)
5.                  Halaman abstract (bahasa Inggris)
6.                  Kata pengantar
7.                  Daftar isi
8.                  Daftar tabel
9.                  Daftar gambar
10.              Daftar lampiran
11.              Bagian utama
Bab I :   Pendahuluan
a.         Latar Belakang Masalah
b.         Identifikasi Masalah
c.         Pembatasan Masalah
d.        Perumusan Masalah
e.         Tujuan dan Manfaat Penelitian
f.          Kerangka Pemikiran
g.         Hipotesis
h.         Sistematika Penulisan
Bab II :  Tinjauan Pustaka
Bab III: Metodologi Penelitian
a.         Jenis Penelitian
b.         Model Penelitian
c.         Populasi dan Sampel (bila ada)
d.        Teknik Pengumpulan Data
e.         Pengolahan dan Analisis Data
f.          Operasionalisasi Variabel
Bab IV: Hasil dan Pembahasan
Bab V :  Kesimpulan dan Saran
12.              Bagian akhir, terdiri dari
a.         Daftar Pustaka
b.        Lampiran (bila ada)
c.         Surat Bukti atau Keterangan Melakukan Penelitian

A.           Pendekatan Data dan Keilmuan

1.        Perpajakan Secara Umum

1)        Pengertian Pajak

Menurut Siahaan (2008:7), pajak adalah “pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dikenakan paksaan.”
Djajadiningrat (dalam Resmi, 2011:1) mendefinisikan pajak sebagai berikut:
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejateraan secara umum.

Soemitro  (dalam Waluyo, 2008:2) menyatakan bahwa pajak adalah “iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Sukirno (2006:195), pajak adalah “pungutan yang dikenakan ke atas keuntungan perusahaan, pendapatan individu dan nilai jual suatu barang termasuk barang yang diekspor dan diimpor.”
Dari berbagai pengertian diatas, secara umum penulis mendefinisikan pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan, tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2)        Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulared (pengatur).
1.                  Fungsi budgetair (sumber keuangan negara)
Menurut Resmi (2011:3), pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya “salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.”
Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai “sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi budgetair yaitu pajak yang berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
2.                  Fungsi regularend (pengatur)
Resmi (2011:3) berpendapat bahwa pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai “alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.”
Waluyo (2008:6) mengatakan bahwa pajak berfungsi sebagai “alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.”
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak sebagai fungsi regularend (pengatur) yaitu alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

3)        Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:


1)                 Menurut Golongan
Berdasarkan golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a.         Pajak Langsung
Resmi (2011:7) mengatakan pajak langsung adalah “pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.”
Menurut Waluyo (2008:12), pajak langsung adalah “pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.”
Sukirno (2006:154) mengungkapkan bahwa pajak langsung berarti “jenis pungutan pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan ataupun dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak lain tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
b.        Pajak Tidak Langsung
Resmi (2011:7) mendefinisikan bahwa pajak tidak langsung adalah “pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.”
Menurut Waluyo (2008:12), pajak tidak langsung adalah “pajak yang pembebananya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.”
Sukirno (2006:154) mengatakan bahwa pajak tidak langsung adalah “pajak yang bebannya dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dibebankan dan dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2)                 Menurut Sifat
Berdasarkan sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:


a.         Pajak Subjektif
Menurut Resmi (2011:7), pajak subjektif adalah “pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak subjektif adalah “pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memerhatikan keadaan dari wajib pajak.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya berdasarkan subjeknya yaitu keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) yang memerhatikan subjek pajak (wajib pajak) yaitu status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya).
b.        Pajak Objektif
Resmi (2011:8) mendefinisikan tentang pajak objektif adalah:
Pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

Menurut Waluyo (2008:12), pajak objektif adalah “pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan dan berdasarkan objeknya  baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa dan tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak baik maupun tempat tinggal. Contoh: PPN, PPnBM, serta PBB.
3)                 Menurut Lembaga Pemungut
Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a.         Pajak Negara (Pajak Pusat)
Menurut Resmi (2011:8), pajak negara atau pajak pusat  adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak pusat adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPh, PPN dan PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PBB dan BPHTB menjadi pajak daerah mulai tahun 2011.
b.        Pajak Daerah
Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.”
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

4)        Asas Pemungutan Pajak

Resmi (2011:10) mengatakan terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu:
a.                  Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak tau seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
b.                  Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.                  Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

5)        Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yang dikemukaan Resmi (2011:11), yaitu:
a.                  Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b.                  Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakna yang berlaku.
c.                  With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakkan yang berlaku.

2.        Pajak Daerah

1)        Pengertian Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah (dalam Siahaan, 2008:10) sebagai berikut:
Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku, dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Kurniawan dan Purwanto (2004:47) berpendapat bahwa pajak daerah merupakan “pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.”
Siahaan (2008:10) menyatakan pendapatnya tentang pajak daerah bahwa:
Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah “pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.”
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.
Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh Siahaan (2008:15), antara lain:
1.                  Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi:
a.         Pajak Daerah.
b.        Restribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah.
c.         Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil sama dengan pihak ketiga.
d.        Lain-lain PAD yang sah.
2.                  Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3.                  Lain-lain pendapatan yang sah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, ditetapkan jenis pajak daerah yang dikemukakan oleh Siahaan (2008:43), yaitu:
1)                 Pajak Provinsi
a.         Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
b.        Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
c.         Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d.        Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2)                 Pajak Kabupaten/Kota
a.         Pajak Hotel.
b.        Pajak Restoran
c.         Pajak Hiburan.
d.        Pajak Reklame.
e.         Pajak Penerangan Jalan.
f.         Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
g.        Pajak Parkir.

2)        Penetapan Peraturan Daerah Tentang Pajak

Pajak dipungut harus berdasarkan undang-undang untuk mencerminkan keadilan pembayaran pajak, baik bagi fiscus maupun bagi wajib pajak. Dengan undang-undang tersebut, pemerintah pusat dan daerah akan memungut pajak sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak semena-mena. Demikian pula dengan wajib pajak, mereka akan menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kurniawan dan Purwanto (2004:115)  mengemukakan ada beberapa ketentuan pajak yang ditetapkan dalam peraturan daerah yakni, sebagai berikut :
1.                  Pajak daerah dikenakan kepada masyarakat ditetapkan dalam peraturan daerah.
2.                  Peraturan daerah tentang pajak tidak dapat berlaku surut.
3.                  Peraturan daerah tentang pajak sekurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai:
a.         Nama, objek dan subjek pajak
b.        Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak
c.         Wilayah pemungutan
d.        Masa pajak
e.         Penetapan
f.         Tata cara pembayaran dan penagihan
g.        Kedaluwarsa Sanksi administrasi dan
h.        Tanggal mulai berlakunya
4.                  Selain mengatur ketentuan tersebut, peraturan daerah tentang pajak dapat mengatur ketentuan mengenai beberapa hal berikut:
a.         Pemberian pengurangan, keringanan, dan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok pajak dan atau sanksinya. Ketentuan ini dibuat dengan mempertimbangkan kemampuan wajib pajak.
b.        Tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa. Ketentuan ini dibuat untuk mengantisipasi adanya piutang pajak yang kedaluwarsa atau mungkin disebabkan oleh hal lain, yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditagih. Jadi, agar tidak menimbulkan tunggakan, maka diatur bagaimana tata cara penghapusannya.
c.         Asas timbal balik. Ketentuan ini dibuat sesuai dengan ketentuan umum dalam perpajakan internasional, yakni pengurangan, keringanan atau pembebasan ajak dapat diberikan kepada korps diplomatik dengan asas timbal balik. Maksud asas timbal balik yakni bila suatu negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia tidak melakukan pungutan atau korps diplomatik, maka Indonesia sebagai negara mitra juga harus melakukan hal yang sama.
5.                  Sebelum ditetapkan, peraturan daerah harus disosialisasikan terlebih dahulu pada masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang partisipatif, akuntabel dan transparan. Pengertian masyarakat disini antara lain asosiasi-asosiasi didaerah, lambaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi.
6.                  Ketentuan mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan sosialisasi peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah.
7.                  Pengawasan terhadap peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah dengan ketentuan berikut :
a.         Dalam rangka pengawasan, peraturan daerah disampaikan kepada pemerintah paling lama 15 (lima belas) hari ditetapkan. Penetapan tersebut telah mempertimbangkan administrasi pengiriman peraturan daerah dari daerah yang tergolong jauh.
b.        Jika peraturan daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut.
c.         Ketentuan dalam huruf a dan b tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.        Pembatalan dalam peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah, paling lama 1 bulan sejak diterimanya peraturan daerah. Penempatan jangka waktu 1 bulan tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurang dampak negative dari pembatalan peraturan daerah.

3)        Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Sistem pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah berdasarkan ketentuan dalam pasal 7 UU Pajak Daerah yang menegaskan mekanismenya (dalam Kurniawan dan Purwanto, 2004:126) sebagai berikut:
1.                  Pajak yang Terutang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah
Dalam mekanisme pertama, pajak dibayar oleh wajib pajak setelah ditetapkan oleh kepala daerah melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu, seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem pemungutan pajak dikenal sabagai cara official assessment system, yakni sistem pemungutan pajakvuntuk menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak. Wajib pajak bersifat pasif menunggu surat ketetapan pajak dan fiskus.
Wajib pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan menggunakan surat ketetapan pajak daerah atau dokumen yang disamakan dengan itu. Wajib pajak yang jumlah pajaknya ditetapkan oleh kepala daerah, pembayarannya menggunakan surat ketetapan pajak daerah atau dokumen yang disamakan yang ditetapkan oleh kepala daerah.
2.                  Pajak yang Terutang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Dalam sebuah mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, membayar/menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah. Dalam sistem pemungutan pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self assessment system, dalam sistem ini wajib pajak harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif, yakni hanya melakukan penyuluhan, pengawasan, dan pemeriksaan dalam rangka uji kepatuhan dalam laporan wajib pajak atas jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran pajak dengan cara membayar sendiri/menggunakan sistem self assessment, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah.
Apabila dalam pelaksanaan pemungutan pajak ternyata wajib pajak yang diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, maka atas dasar tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan sebagai sarana untuk melakukan penagihan pajak yang terutang.

3.      Pengertian Kendaraan Bermotor

Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:53), kendaraan bermotor adalah “semua kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga.”
Siahaan (2010:175) mendefinisikan tentang kendaraan bermotor sebagai berikut:
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan besar yang operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.

4.      Pajak Kendaraan Bermotor

1)        Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:54), pajak kendaraan bermotor adalah “pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Siahaan (2010:175) mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah “pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kendaraan dan atau penguasaan kendaraan bermotor.
Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada saat diberlakukannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air pada beberapa provinsi dipungut sebagai jenis pajak yang terpisah, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA). Hal ini wajar saja mengingat kendaraan bermotor pada dasarnya berbeda dengan kendaraan di atas air.

2)        Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Siahaan (2010:177) berpendapat bahwa dasar hukum  pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air (PKAA) pada suatu provinsi dewasa ini adalah sebagaimana di bawah ini:
1.                  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2.                  Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3.                  Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4.                  Peraturan daerah provinsi yang mengatur tentang PKB dan PKAA. Peraturan daerah ini dapat menyatu, yaitu satu peraturan daerah untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang PKB dan Peraturan Daerah tentang PKAA. Beberapa provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah tentang PKAA yang terpisah dari Peraturan Daerah tentang PKB antara lain sebagai berikut:
a.         Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air;
b.        Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air;
c.         Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air;
d.        Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di Atas Air;
e.         Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor  03 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
f.         Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
g.        Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air;
5.                  Keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang PKB dan PKAA pada provinsi dimaksud. Sebagaimana halnya pada poin 4 di atas, keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA dapat dibuat menyatu yaitu satu keputusan gubernur untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah yaitu Keputusan Gubernur tentang PKB dan Keputusan Gubernur tentang PKAA.

3)        Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Kurniawan dan Purwanto (2004:54) menegaskan bahwa objek kendaraan bermotor adalah “kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.”
Siahaan (2008:140) mengatakan bahwa yang termasuk dalam objek pajak kendaraan bermotor adalah “kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan darat, antara lain, di kawasan bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, industri, perdagangan, dan sarana olahraga dan rekreasi.”
Menurut Siahaan (2010:180), objek pajak kendaraan bermotor adalah “kepemilikan dan atau penguasaan kendaraaan bermotor.”
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa objek kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan darat.
Siahaan (2010:181) mengemukakan bahwa pada pajak kendaraan bermotor, tidak semua kepemilikan dan atau penguasaan kendaran bermotor dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor yang kepemilikan dan penguasaan atasnya menjadi objek pajak PKB adalah:
a.                  Kereta api;
b.                  Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara;
c.                  Kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbale balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah pusat; dan
d.                 Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
Beberapa alternatif objek pajak lainnya yang dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor yang dapat ditetapkan dalam peraturan daerah seperti yang dikemukakan Siahaan (2010:181), antara lain sebaga berikut:
a.                  Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh orang pribadi yang digunakan untuk keperluan pengolahan lahan pertanian rakyat.
b.                  Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh BUMN yang digunakan untuk keperluan keselamatan.
c.                  Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh pabrikan atau milik importer yang semata-mata digunakan untuk pameran, untuk dijual, dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas bebas.
d.                 Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh turis asing yang berada di daerah untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari.
e.                  Kendaraan pemadam kebakaran.
f.                   Kendaraan bermotor yang disegel atau disita oleh negara.

4)        Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada PKB, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Jika wajib pajak berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Dengan demikian, pada PKB subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor.
Siahaan (2010) mengungkapkan bahwa dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenalkan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang PKB. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

5)        Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Kurniawan dan Purwanto (2004:54) mengemukakan bahwa dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok berikut:
1.                  Nilai jual kendaraan bermotor.
2.                  Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
Nilai Jualan Kendaraan Bermotor (NJKB) ditentukan berdasarkan harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber daya yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan asosiasi penjual kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Siahaan (2010:183) mengatakan bahwa dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, NJKB dapat ditentukan berdasarkan sebagian atau seluruh faktor-faktor:
a.                  Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan atau satuan tenaga yang sama;
b.                  Penggunaan kendaraan bermotor untuk umum atau pribadi;
c.                  Harga kendaraan bermotor dengan merek kendaraan bermotor yang sama;
d.                 Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan kendaraan bermotor yang sama;
e.                  Harga kendaraan bermotor dengan pembuat kendaraan bermotor;
f.                   Harga kendaraan bermotor dengan kendaraan bermotor sejenis; dan
g.                  Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Bobot mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor dinyatakan dalam koefisien sama dengan satu dianggap dalam batas toleransi, apabila lebih besar dari satu dianggap melewati batas toleransi. Siahaan (2010:182) mengemukakan bahwa bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor berikut ini:
a.                  Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu roda, dan berat kendaraan bermotor;
b.                  Jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan, menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan
c.                  Jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin kendaraan bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.
Kurniawan dan Purwanto (2004:99) memberikan contoh Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Jawa Timur sebagai berikut :
a.                  Untuk bobot kendaraan bermotor jenis Sedan, Sedan Station, Jeep, Stationwagon, Minibus, Mikrobus, Bus, Sepeda Motor,dan sejenisnya ditetapkan sebesar 1,00.
b.                  Untuk bobot kendaraan bermotor jenis mobil barang atau beban ditetapkan sebesar 1,30.
c.                  Bobot kendaraan bermotor jenis alat-alat berat dan alat-alat besar serta kereta gandeng ditetapkan sebasar 1,00.
Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor tersebut ditinjau kembali setiap tahun. Siahaan (2008:145) mengemukakan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar :
1.                  1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum
2.                  1% untuk kendaraan bermotor umum
3.                  0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
Berdasarkan pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Jadi, bila menggunakan indeks bobot yang ditetapkan, Kurniawan dan Purwanto (2004:100) menyimpulkan rumus sebagai berikut:
a.         PKB untuk kendaraan bermotor bukan umum
PKB terutang    =   Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
                          =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   1,5% x (NJKB x 1,00)
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3 sehingga rumus menjadi:
PKB terutang    =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   1,5% x (NJKB x 1,3)
b.        PKB untuk kendaraan bermotor umum
PKB terutang    =   Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
                          =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   1% x (NJKB x 1,00)
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3 sehingga rumus menjadi:
PKB terutang    =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   1% x (NJKB x 1,3)
c.         PKB untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
PKB terutang    =   Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
                          =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   0,5% x (NJKB x 1,00)
Contoh Soal:
Diketahui pada tahun 2002 Menteri Dalam Negeri menetapkan bahwa NJKB mobil Mercedes Benz C.180 automatic tahun pembuatan 2000 adalah sebesar Rp 290.000.000,00 dengan bobot sebesar 1,00. Berapa PKB terutangnya?
PKB terutang    =   Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
                          =   Tarif x (NJKB x Bobot)
=   1,5% x (Rp. 290.000.000,00 x 1,00)
=   1,5% x Rp. 290.000.000,000
=   Rp. 4.350.000,00

6)        Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor

Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang dikemukakan oleh Siahaan (2010:203) sebagai berikut:
1.        Bagi Hasil Pajak
Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya ke kas daerah provinsi. Hasil penerimaan PKB sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB. Pembagian hasil penerimaan PKB ditetapkan dalam peraturan daerah provinsi, dengan perimbangan adalah:
a.       70% menjadi bagian provinsi; dan
b.      30% diserahkan kepada kabipaten/kota.
Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan setelah dikurangi biaya pemungutan sebesar lima persen. Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa potensi antara satu kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota lainnya tidak sama. Untuk pemerataan dan keadilan dalam pembagian bagian daerah kabupaten/kota, besarnya bagian masing-masing kabupaten/kota didasarkan pada kesepakatan kabupaten/kota yang ada dalam wilayah provinsi bersangkutan. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut gubernur menetapkan bagian masing-masing kabupaten/kota dengan kuputusan gubernur. Penyerahan bagi hasil pajak bagian kabupaten/kota dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari kas daerah pemerintah provinsi ke rekening kas pemerintah kabupaten/kota.
2.        Biaya Pemungutan Pajak
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan pengelolaan PKB, diberikan biaya pemungutan sebesar lima persen dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke kas daerah provinsi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah ditetapkan alokasi biaya pemungutan PKB terdiri dari:
a.         70% untuk aparat pelaksana pemungutan; dan
b.        30% untuk aparat penunjang, yang terdiri dari:
1.         2,5% untuk tim Pembina pusat;
2.         7,5% untuk kepolisian; dan
3.         20% untuk aparat penunjang lainnya.
Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Berbeda dengan PKB, alokasi biaya pemungutan PKAA tidak ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Penggunaan biaya pemungutan pajak ditetapkan denga keputusan gubernur dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

J.             Tim Peneliti

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.                  Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kesehatan hingga kami mampu menyelesaikan penelitian ini.
2.                  Kedua orang tua kami yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun material hingga penelitian ini selesai disusun.
3.                  Bapak Drs. H. Darsono selaku pemilik Yayasan Sasmita Jaya.
4.                  Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, MM selaku Rektor Universitas Pamulang.
5.                  Bapak H. Endang Ruhiyat, SE, MM selaku Kaprodi Akuntansi Universitas Pamulang.
6.                  Bapak Angga Hidayat, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
7.                  Untuk Anisa Ulfah, Ernawati, Lia Rosalina, Sifa Fauziah dan Siti Setiyaningsih selaku tim peneliti yang telah saling membantu dan menguatkan selama proses penelitian berlangsung.
8.                  Untuk Afriana Agung Setiawan dan Hari Setia Pranata yang telah membantu dan memberikan dukungan saat melakukan penelitian.
9.                  Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung penyelesaian proposal ini.

K.           Jadwal Kegiatan

Kegiatan penelitian akan dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai November 2015 sampai dengan Januari 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel berikut ini:

L.            Anggaran

Dana yang terpakai dalam penelitian skripsi ini sebesar Rp. 6.810.000 dengan rincian sebagai berikut:
1.                  Biaya Bahan dan Alat
1)        4 rim kertas A4 80 gram @ Rp 45.000               Rp.    180.000
2)        Alat-alat tulis                                                      Rp.    100.000
3)        Perlengkapan lainnya                                          Rp.    400.000
Jumlah                                                                 Rp.   680.000    
2.                  Biaya Operasional
1)        Telepon selama 3 bulan                                       Rp.    400.000
2)        Pengolahan data                                                 Rp.    300.000
Jumlah                                                                 Rp.          700.000          
3.                  Biaya Transportasi dan Konsumsi    
1)        Transportasi                                                        Rp.    500.000
2)        Konsumsi                                                            Rp.   1.000.000
Jumlah                                                                 Rp.   1.500.000  
4.                  Biaya Fotocopy  dan Rental
1)        Internet selama 3 bulan                                       Rp.    400.000
2)        Biaya cetak atau print out                                   Rp.    800.000
3)        Fotocopy kuesioner                                             Rp.    200.000
4)        Fotocopy bahan-bahan kajian teori                     Rp.    300.000
5)        Fotocopy dan penjilidan proposal                       Rp.    80.000
6)        Fotocopy dan penjilidan skripsi                          Rp.    150.000
Jumlah                                                                 Rp.   1.930.000
5.                  Biaya Wisuda
1)        Pendaftaran wisuda                                            Rp.    500.000
2)        Sewa baju wisuda                                               Rp.   1.000.000
Jumlah                                                                 Rp.   1.500.000
6.                  Biaya Tak Terduga                                                 Rp.   500.000
TOTAL BIAYA                                                      Rp    6.810.000

M.          Pedoman Peliputan Data

Pedoman peliputan data yang digunakan dalam pembuatan proposal ini, dengan cara wawancara. Hasan (2002:85) mengatakan bahwa wawancara adalah “teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam.”

N.           Metodologi Penelitian

1.                  Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data yang bersifat assosiatif kuantitatif. Adapun maksud dari penelitian assosiatif kuantitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012:36) adalah “suatu rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih.”
Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak Daerah.
2.                  Model Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif  kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Sugiyono (2011:7) menyatakan bahwa metode kuantitatif disebut sebagai “metode positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivisme.” Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific kerena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
3.                  Populasi dan Sampel
1)        Populasi
Menurut Sugiyono (2011:80) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan.


2)        Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2011:81) adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul refresentatif (mewakili).
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah data pajak kendaraan bermotor di kantor Samsat Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
4.                  Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hasan (2002:83) mengatakan bahwa pengumpulan data adalah “pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.”
Penulis melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:


1)                 Riset Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh pengetahuan secara teoritis dengan membaca buku-buku referensi dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu pengaruh pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis terhadap data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
2)                  Studi Lapangan
Yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara langsung di Samsat Ciputat, Kota Tangerang Selatan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh melalui Interview (wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian.
5.                  Pengolahan dan Analisis Data
Hasan (2002:89) menyatakan pengolahan data adalah “suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.”
Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:


1)                 Editing
Hasan (2002:89) mendefinisikan editing adalah “pengecekan atau pengoreksiaan data yang telah dikumpulkan,karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan.”
2)                 Coding
Hasan  (2002:90) menyatakan bahwa coding adalah “pemberiaan/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama.” Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka/huruf-huruf yang memberikan petunjuk,atau identitas pada suatu informasi atau data yang dianalisis.
3)                 Tabulasi
Setelah editing dan coding dalam proses pengolahan data selanjutnya tabulasi. Hasan (2002:91) mengatakan bahwa tabulasi adalah “membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode, sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.”
Jenis-jenis teknik analisis data yaitu :
1)                 Statistik Deskriktif
Statistik deskriktif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendekripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Statistik deskriptif terdiri dari :
a.                   Rata-rata
Rata-rata hitung (arithmetic mean) atau sering hanya disebut rata-rata, adalah suatu himpunan data kuantitatif yang menjumlahkan seluruh data dibagi dengan banyaknya data yang ada.
b.                  Median
Median dari suatu himpunan data kuantitatif adalah angka tengah yang diperoleh apabila data disusun dari nilai terendah hingga nilai tertinggi.
2)                 Statistik Inferensial
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisi data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.
6.                  Operasionalisasi Variabel
Menurut Sekaran (2014:115) variabel adalah “apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai.”
Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak Daerah.

O.           Daftar Pustaka

Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. (2004). Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing.
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siahaan, Marihot P. (2008). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siahaan, Marihot P. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. (2002). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sukirno, Sadono. (2006). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Waluyo. (2008). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar