Jumat, 26 Februari 2016

Proposal Kelompok 1 - PENGARUH SIKAP DAN MOTIVASI MASYARAKAT TERHADAP KESADARAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BARANG DAN JASA (STUDI KASUS DI KELURAHAN DUREN MEKAR KECAMATAN BOJONGSARI KOTA DEPOK)

PENGARUH SIKAP DAN MOTIVASI MASYARAKAT TERHADAP KESADARAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) BARANG DAN JASA
(STUDI KASUS DI KELURAHAN DUREN MEKAR
KECAMATAN BOJONGSARI KOTA DEPOK)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Angga Hidayat
NIDN : 0426108802
Disusun Oleh:
Afriana Agung Setiawan (2013122496)
Castrida Marbun (2013122246)
Dian Novita Perdana (2013121592)
Hari Setia Pranata (2013121769)
Huriah Badiah (2013121079)
Malia Pusparisa (2013121193)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2016

______________________________________________________________________________________

  Latar Belakang Penelitian

Pengadaan dana merupakan masalah yang penting bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sumber pembiyaan berasal dari dalam dan luar negeri. Namun demikian sumber dana dari dalam negeri lebih diutamakan daripada luar negeri.
            Dalam meningkatkan dana dari dalam negeri, pajak merupakan alternatif yang sangat potensial. Masalah pajak bukan hanya masalah pemerintah dan pihak-pihak terkait yang berkaitan didalamnya saja, akan tetapi masyarakat juga mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah pajak di Indonesia.
            Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku atas penyerahan barang kena pajak maupun jasa kena pajak adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam melaksanakannya. Karena tidak ada penggolongan dengan tarif yang berbeda.
            Pembukuan yang benar dan lengkap merupakan syarat mutlak pelaksanaan sistem perpajakan di Indonesia yang berdasarkan“Self Assessment”, yaitu pemerintah memberikan kepercayaan kepeda Wajib Pajak (WP) untuk menghitung sendiri besarnya  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutangnya, menyetorkan ke bank persepsi dan kemudian melaporkan secara teratur ke kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT).

B.               Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang mempengaruhi kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa. Dan adapun yang menjadi permasalahan penelitian sebagai berikut:
A.                Kesadaran masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa masih rendah.
B.                 Sikap dan motivasi masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa masih rendah.
C.                 Masih terdapat banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.

C.              Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu dan permasalahan yang dihadapi penulis sangat kompleks dan luas dalam penulisan skripsi ini, berdasarkan identifikasi masalah maka ruang lingkup penelitian dibatasi pada poin 1 dan 2 yaitu pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
A.                Sikap
Menurut Robbins (2001:138) sikap adalah “pernyataan evaluatif ─baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan─ mengenai objek, orang, atau peristiwa.”
B.                 Motivasi
Menurut Rusdiana (2014:69) motivasi berarti “dorongan, daya penggerak, atau kekuatan yang terdapat dalam diri organisasi yang menyebabkan organisasi itu bertindak atau berbuat.”
Menurut Robbins (2001:166) motivasi sebagai “kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.”
C.                 Kesadaran
Secara harafiah, kesadaran sama artinya dengan mawas diri (awareness). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:859) kesadaran adalah “hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.”
Kesadaran itu merupakan suatu bagian terkecil atau tipis dari keseluruhan pikiran manusia. Kesadaran juga bisa diartikan sebagai kondisi dimana seorang individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun stimulus eksternal. Namun, kesadaran juga mencakup dalam persepsi dan pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh individu sehingga akhirnya perhatiannya terpusat.
D.                Masyarakat
Menurut Prasetya (2011:36) masyarakat adalah “kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu, yang telah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka, untuk menuju kepada tujuan yang sama.”
Shadily (1984:47) menyatakan masyarakat adalah “golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.”
Kata masyarakat berakar dari kata dalam bahasa Arab, yaitu “musyarak”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:635) masyarakat adalah “sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.”
Kerangka berfikir Koentjaraningrat (1990:144) masyarakat adalah “memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”.”
E.                 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Harjo (2013:235) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah “pajak tidak langsung atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di Dalam Daerah Pabean.”
F.                  Tempat dilakukannya penelitian ini adalah Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
G.                Waktu penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Desember 2015 hingga Februari 2016.
H.                Data yang diambil adalah data yang diperoleh dari realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3 tahun terakhir dan data hasil survei penelitian di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.

D.              Perumusan Masalah

Berdasarkan judul dan penjelasan yang telah penulis uraikan dalam latar belakang masalah serta uraian identifikasi masalah yang ada, maka pembahasan akan dititikberatkan pada masalah pokok yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
A.                Bagaimana sikap dan motivasi masyarakat dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok?
B.                 Bagaimana kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok?
C.                 Seberapa besar pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok?

E.               Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.                  Tujuan Penelitian
Bertolak pada rumusan permasalahan, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:
A.                Untuk mengetahui sikap dan motivasi masyarakat dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
B.                Untuk mengetahui kesadaran dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
C.                Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
2.                  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1)                 Manfaat Teoritis
a.                  Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran, pengetahuan dan gambaran yang lebih jelas mengenai sikap dan motivasi masyarakat dalam berpartisipasi membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan sebagai aplikasi penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pamulang.
b.                  Bagi Universitas Pamulang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi perpustakaan serta dijadikan sebagai bahan perbandingan penelitian yang memiliki objek penelitian yang sama.
c.                   Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bagi pembaca dalam melakukan penelitian yang sejenis, sehingga kekurangan dalam penelitian ini dapat dilengkapi.
2)                  Manfaat Praktis
Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi atau masukan kepala Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok mengenai cara membangun kembali motivasi masyarakat agar lebih meningkatkan kesadarannya dalam membayar pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.

F.                Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah gambaran dalam tinjauan pustaka atas dasar teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian. Kerangka pemikiran pada intinya berusaha menjelaskan konstelasi hubungan antar variabel yang akan diteliti. Konstelasi hubungan tersebut idealnya dikuatkan oleh teori atau penelitian sebelumnya. Untuk mendapatkan sebuah kerangka berpikir akan suatu hal bukan sesuatu yang mudah, diperlukan suatu pemikiran yang mendalam, tidak menyimpulkan hanya dari fakta yang dapat terindera, atau hanya dari sekedar informasi-informasi yang terpenggal. Selain itu diperlukan sebuah pemikiran yang cerdas dan cemerlang akan setiap informasi yang dimilikinya dan berupaya dengan keras menyimpulkan suatu kesimpulan yang memunculkan keyakinan.
Menurut Sekaran (dalam Sugiyono2012:60) kerangka berfikir merupakan “model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.” Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.
Dari bahan dan data yang terkumpul penulis merumuskan judul yang tepat untuk penelitian ini adalah “Pengaruh Sikap Dan Motivasi Masyarakat Terhadap Kesadaran Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (Studi Kasus Di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok)”. Variabel yang terkait dimana variabel (X1) menerangkan sikap dan (X2) menerangkan motivasi masyarakat sedangkan variabel (Y) mengenai kesadaran pemabayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.

G.              Hipotesis

Hipotesa berasal dari penggalan kata “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Menurut Sugiyono (2012:64) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan jawaban yang empiris.
Menurut Hasan (2002:50) hipotesis adalah “proporsi yang masih bersifat sementara dan masih harus diuji kebenarannya.”
Sekaran (2014:135) berpendapat bahwa hipotesis bisa didefinisikan sebagai “hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.”
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Hipotesis yang diuji diberi symbol Ho (hipotesis nol) dengan alternative H1 dirumuskan sebagai berikut:
Ho : P = 0   Sikap dan motivasi masyarakat tidak berpengaruh terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
Hα1 : P ≠ 0      Ada pengaruh signifikan sikap terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
Hα2 : P ≠ 0      Ada pengaruh signifikan motivasi terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.
Hα3 : P ≠ 0      Ada pengaruh signifikan sikap dan motivasi terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa.

H.              Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan yang telah disusun bertujuan agar dapat dipahami dan dicerna dengan sempurna oleh penulis maupun pembaca. Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang mana satu sama lain saling berurutan dan berkait. Dibawah ini uraian atau sistematika penulisan laporan skripsi ini antar lain:
Bab I      :  Pendahuluan
a.             Latar Belakang Masalah
b.            Identifikasi Masalah
c.             Pembatasan Masalah
d.            Perumusan Masalah
e.             Tujuan dan Manfaat Penilitian
f.              Kerangka Pemikiran
g.            Hipotesis
h.            Sistematika Penulisan
i.              Kerangka Pemikiran
Bab II     :  Tinjauan Pustaka
Bab III    : Metodologi Penelitian
a.             Jenis Penilitian
b.            Model Penilitian
c.             Populasi dan Sampel
d.            Teknik Pengumpulan Data
e.             Pengolahan dan Analisis data
f.              Operasionalisasi Variabel
Bab IV   :  Hasil dan Pembahasan
Bab V     :  Kesimpulan dan Saran

I.                  Pendekatan Data dan Keilmuan

1.                  Gambaran Umum Mengenai Pajak

1)                Definisi Pajak

Menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2011:1) pajak adalah “iuran rakyat pada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Brotodiharjo (dalam Waluyo, 2013:2) tentang definisi pajak menyatakan:
Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan dilihat dari sudut pandang Seligman (dalam Waluyo, 2008:2) mendefinisikan pajak sebagai berikut:
Tax is compulsary contribution from the person, to the government to depray and expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.

Menurut Smeets (dalam Waluyo, 2013:2) pajak adalah “prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintahan.”
Selain itu, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (dalam Harjo, 2013:4) pajak adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:715) pajak adalah “hak untuk mengusahakan sesuatu dengan membayar sewa kepada Negara.”
Menurut Mardiasmo (2011:1) dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1.                  Iuran dari rakyat kepada negara.
2.                  Berdasarkan Undang-Undang.
3.                  Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
4.                  Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2)                Fungsi Pajak

Berdasarkan hal diatas, menurut Resmi (2014:3) pajak mempunyai dua fungsi, yaitu:
1.                  Fungsi Sumber Keuangan Negara (Budgetair)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, Pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2.                  Fungsi Pengatur (Regularend)
Pajak mempunyai fungsi regularend, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan.
Menurut Siahaan (dalam Harjo, 2013:8) ada dua penerapan fungsi pengatur (regularend), yalni penerapan fungsi secara positif dan penerapan fungsi secara negatif.
Menurut Harjo (2013:8) tindakan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka penerapan fungsi mengatur secara positif antara lain dalam bentuk:
1)                  Pemberian insentif perpajakan secara tepat guna bagi pengusaha sebagai cara untuk mendorong kegiatan investasi;
2)                  Pemberian kelonggaran perpajakan, yang berbentuk pembebasan pajak (tax holiday) dan keringanan pajak;
3)                  Memberikan pengecualian pengenaan pajak pada daerah tertentu;
4)                  Memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk melakukan kompensasi kerugian untuk jangka waktu tertentu;
5)                  Memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk melakukan restitusi pada kelebihan pembayaran pajak untuk jangka waktu tertentu;
6)                  Memberikan penundaan pengenaan pajak dalam jangka waktu tertentu, dan
7)                  Memberikan pengurangan pajak.
Menurut Harjo (2013:8) contoh pajak yang berfungsi sebagai alat pengatur dengan cara yang bersifat negatif adalah sebagai berikut:
1)                  Dalam rangka melindungi produksi industri di dalam negeri terutama industri dalam skala usaha kecil dan menengah, Pemerintah menerapkan bea masuk yang tinggi bagi produk luar negeri yang masuk ke Indonesia;
2)                  Untuk mengurangi konsumsi minuman keras di dalam negeri, Pemerintah mengenakan pajak yang tinggi bagi produk minuman keras tersebut;
3)                  Untuk mengurangi gaya hidup konsumtif, Pemerintah menetapkan pajak pada produksi barang mewah (PPnBM), dan
4)                  Untuk mengurangi kemacetan lalu lintas perlu dibatasi kepemilikan mobil pribadi, Pemerintah melalui Pemerintah daerah menerapkan pajak progressif bagi kendaraan pribadi ke dua dan seterusnya.

3)                Hukum Pajak

Menurut Soemitro (dalam Mardiasmo, 2011:4) hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1.                  Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2.                  Hukum publik, mengatur hubungan antara Pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut:
1)                 Hukum Tata Negara
2)                 Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
3)                 Hukum Pajak
4)                 Hukum Pidana
Dengan demikian, kedudukan hukum pajak merupakan bagaian dari hukum publik. Hukum pajak hubungan mengatur antara Pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Mardiasmo (2011:5) menyatakan ada 2 macam hukum pajak, yakni:
1.                  Hukum Pajak Materiil.
Memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib Pajak. Contohnya seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
2.                  Hukum Pajak Formiil.
Memuat bentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain:
1)                 Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
2)                 Hak-hak Pemerintah untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan, dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
3)                 Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Contohnya seperti ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

4)                Pengelompokkan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dikelompokkan menjadi:
1.                  Menurut Golongannya.
1)                 Pajak Langsung.
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya seperti Pajak Penghasilan (PPh).
2)                 Pajak Tidak Langsung.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.                  Menurut Sifatnya.
1)                 Pajak Subjektif.
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya dengan mempertimbangkan dan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contohnya seperti Pajak Penghasilan (PPh).
2)                 Pajak Objektif.
Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contohnya seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
3.                  Menurut Lembaga Pemungutnya.
1)                 Pajak Pusat.
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Bea Materai.
2)                 Pajak Daerah.
Pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:
a.                   Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
b.                  Pajak Kabupaten atau Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.

5)                Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:7) sistem pemungutan pajak antara lain:
1.                  Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
1)                 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang yang ada pada Pemerintah.
2)                 Wajib Pajak bersifat pasif.
3)                 Hutang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Pemerintah.
Contoh pajak yang menganut sistem ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena besarnya pajak yang terhutang dihitung dan ditetapkan oleh Pemerintah melalui Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT).
2.                  Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Ciri-cirinya:
1)                 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang ada pada Wajib Pajak itu sendiri.
2)                 Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang.
3)                 Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Contoh pajak yang menganut sistem ini adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
3.                  With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Pemerintah dan bukan pula Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh si Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Pemerintah dan Wajib Pajak.
Contohnya dalam PPh dimana pemberi kerja, bendaharawan Pemerintah, dana pensiun, dan sebagainya yang kepadanya diserahi tanggung jawab untuk memotong pajak terhadap penghasilan yang mereka bayarkan.
Dari 3 sistem pemungutan pajak di atas, Indonesia merupakan negara yang menganut self asessment systemdimana Wajib Pajak (WP) diminta aktif dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terhutang. Hal ini membuat Wajib Pajak jadi lebih mandiri dalam menjalankan kewajibannya dan Dirjen Pajak atau Pemerintah hanya tinggal mengawasinya saja.

6)                Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.                  Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan).
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai kedalian, Undang-Undang dan pelaksanaan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.                  Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis).
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
3.                  Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis).
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4.                  Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil).
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5.                  Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-Undang perpajakan yang baru.

7)                Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2013:8) hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:
1.                  Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain:
1)                  Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
2)                  Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
3)                  Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2.                  Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan Pemerintah dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuk perlawanan aktif antara lain:
1)                  Tax avoidace, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-Undang.
2)                  Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak).

2.                  Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

1)                 Dasar Hukum

Dasar hukum dan ketentuan hukum dan tata cara perpajakan adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.

2)                 Wajib Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:23) Wajib Pajak adalah “orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan perpajakan.”
Direktorat Jenderal Pajak (2010:1) mendefinisikan Wajib Pajak (WP) adalah “orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.”

3)                 Kewajiban Dan Hak Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak dalam Mardiasmo (2011:56) antara lain:
1.                  Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2.                  Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
3.                  Menghitung dan membayar sediri pajak dengan benar.
4.                  Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.
5.                  Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
6.                  Jika diperiksa wajib:
1)                  Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2)                  Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
7.                  Apabila dalam waktu mengungkapan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diterima, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk menghasilkan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh Pemerintah untk keperluan pemeriksaan.
Hak-hak Wajib Pajak dalam Mardiasmo (2011:56) antara lain:
1.                  Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2.                  Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
3.                  Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukan.
4.                  Mengajukan permohonan penundaan atau pengangguran pembayaran SPT.
5.                  Mengajukan permohonan penundaan dan pengangguran pembayaran pajak.
6.                  Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
7.                  Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
8.                  Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
9.                  Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
10.              Meminta bukti pemotongn atau pemungutan pajak.
11.              Mengajukan keberatan dan banding.

3.                  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

1)                Pengertian NPWP

Mardiasmo (2011:25) mendefinisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai:
Nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk jenis pajak.
Kerangka berfikir Nayla (2015:67) tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menyatakan:
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak, baik perorangan maupun bentuk badan usaha, sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan identitas dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ini, dalam jangka panjang digunakan oleh Wajib Pajak guna melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan.

Direktorat Jenderal Pajak (2010:1) mendefinisikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai:
Nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Menurut Lubis dan Djuanda (2010:2) NPWP adalah “identitas tunggal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan.”

2)                Dasar Hukum NPWP

Menurut Nayla (2015:68) kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) oleh Wajib Pajak diatur dalam peraturan atau dasar hukum sebagai berikut:
1.                  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-27/PJ/1995 Tanggal 23 Maret 1995 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha serta Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-150/PJ/1999 tentang Perubahan KEP-27PJ/1995.
4.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-515/PJ/2000 Tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak tertentu.
5.                  Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-516/PJ/2000 Tanggal 4 Desember 2000 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
6.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ/2001 Tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
7.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-525/PJ/2000 Tanggal 6 Desember 2000 tentang Tempat lain sebagai Tempat Terutangnya Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
8.                  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-167/PJ/2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-515/PJ/2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak Tertentu dan Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) tertentu.

3)                Fungsi Umum NPWP

Lubis dan Djuanda (2010:2) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki 2 fungsi, antara lain:
1.                  Sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak.
2.                  Dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan bagi aparatur pajak.
Nayla (2015:72) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki beragam fungsi, antara lain:
1.                  Dipergunakan sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2.                  Dipergunakan dalam proses pelaporan pajak serta untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak oleh Wajib Pajak.
3.                  Dipergunakan untuk keperluan pengawasan administrasi perpajakan oleh pihak-pihak pengelola pajak yang terkait.
4.                  Dipergunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan pembayaran pajak.
5.                  Dipergunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan.
6.                  Dipergunakan untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan.
7.                  Dipergunakan untuk mendapatkan pelayanan dan instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan nomor NPWP dalam pengisisan dokumen-dokumennya.
8.                  Dipergunakan untuk keperluan dalam pelaporan-pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) masa dan SPT tahunan.
9.                  Dipergunakan untuk menghindarkan Wajib Pajak dari dikenal sanksi (sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan) yang timbul akibat tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ada 2 fungsi NPWP menurut Mardiasmo (2006:22), yaitu:
1.                  Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
2.                  Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak (2010:3) menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) memiliki 3 fungsi, yaitu:
1.                  Sarana dalam administrasi perpajakan.
2.                  Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
3.                  Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

4)                 Pencantuman NPWP

Menurut Mardiasmo (2006:22) NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada:
1.                  Formulir pajak yang dipergunakan Wajib Pajak.
2.                  Surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan.
3.                  Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP.

5)                 Penghapusan NPWP

Menurut Mardiasmo (2006:23) penghapusan NPWP dilakukan dalam hal:
1.                  Wajib Pajak orang pribadi meninggal dan tidak meninggalkan warisan.
2.                  Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3.                  Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi.
4.                  Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.                  Bentuk usaha tetap yang karena suatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap.
6.                  Wajib Pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (2010:6) NPWP dapat dihapuskan, hanya apabila wajib pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya WP meninggal dunia, dan tidak meninggalkan warisan atau meninggalkan warisan tetapi sudah terbagi habis kepada ahli warisnya. Contoh lain adalah WP tidak lagi memperoleh penghasilan atau memperoleh penghasilan dibawah PTKP.

6)                 Dasar Format NPWP

Mardiasmo (2006:24) menyatakan NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
Formatnya adalah sebagai berikut: XXXXXXXXXXXXXXX
Catatan:
1.                  Wajib Pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP.
2.                  Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak.
3.                  Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.
4.                  Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.

4.                  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1)                 Pengertian PPN

Menurut Harjo (2013:235) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah “pajak tidak langsung atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di Dalam Daerah Pabean.”
Nayla (2015:58) menyatakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah “jenis pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen (khusus untuk barang) atau dari penyedia jasa konsumen (khusus untuk jasa).”

2)                 Subjek PPN

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 (dalam Sukardji, 2012:62) subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
1.                  Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2.                  Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP).

3)                 Objek PPN

Menurut Nayla (2015:60) jenis-jenis objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, antara lain:
1.                  Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2.                  Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
3.                  Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
4.                  Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
5.                  Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
6.                  Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
7.                  Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
8.                  Impor Barang   Kena Pajak (BKP).

4)                 Yang Bukan Termasuk Objek Pajak PPN

Menurut Harjo (2013:241) jenis-jenis objek yang bukan termasuk objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), antara lain:
1.                  Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
2.                  Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
3.                  Makanan dan minuman yang dibeli atau disajikan di hotel, rumah makan, restoran, warung, dan sebagainya, baik yang dikonsumsi ditempat  maupun dibungkus.
4.                  Bermacam-macam emas batangan dan surat berharga, serta uang.

5)                 Dasar Hukum PPN

Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa.

6)                 Dasar Pengenaan PPN

Menurut Harjo (2013:246) Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (DPP PPN) adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terhutang, dapat berupa Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

7)                 Perhitungan PPN

Menurut Resmi (2013:27) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Hitungan tersebut diformulasikan sebagai berikut:
PPN = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Menurut Nayla (2015:64) untuk semua jenis objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tarif PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Akan tetapi, tarif PPN di atas tidak meningkat, dalam artian dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi sebesar 15%, yang mana perubahan tarif tersebut harus mengikuti Peraturan Pemerintah. Sementara, khusus untuk ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud, Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud, dan Jasa Kena Pajak (JKP) tidak dikenakan tarif sama sekali.

5.                  SIKAP (X1)

1)                Definisi sikap

Menurut Robbins (2001:138) sikap adalah “pernyataan evaluatif ─baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan─ mengenai objek, orang, atau peristiwa.”
Kerangka berfikir Thrustone (dalam Widyastuti, 2014:57) sikap merupakan “suatu tingkatan afek, baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.”
Menurut Young (dalam Widyastuti, 2014:58) sikap merupakan “suatu prediposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.”

2)                Karakteristik Sikap

Menurut Widyastuti (2014:58) karakteristik sikap adalah:
1.                  Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
2.                  Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target obyek dimana sikap diarahkan.
3.                  Sikap dipelajari.
4.                  Sikap mempengaruhi perilaku. Pengukuhan sikap yang mengarah pada satu obyek memberikan alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.

3)                Komponen Sikap

Menurut Sears (dalam Widyastuti, 2014:59) komponen sikap terdiri atas:
1.                  Komponen kognitif dalam suatu sikap terdiri dari keyakinan sesorang mengenai obyek tersebut bersifat “evaluatif” yang melibatkan diberikannya kualitas disukai atau tidak disukai, diperlukan atau tidak diperlukan, baik atau buruk terhadap obyek.
2.                  Komponen perasaan dalam satu sikap berkenaan dengan emosi yang berkaitan dengan obyek tersebut.
3.                  Komponen kecenderungan tindakan dalam suatu sikap mencakup semua kesiapan perilaku yang berkaitan dengan sikap.

6.                  MOTIVASI (X2)

1)                Definisi Motivasi

Menurut Rusdiana (2014:69) motivasi berarti “dorongan, daya penggerak, atau kekuatan yang terdapat dalam diri organisasi yang menyebabkan organisasi itu bertindak atau berbuat.”
Menurut Usman (2010:28) tentang definisi motivasi menyatakan:
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:666) motivasi adalah “dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.”
Menurut Robbins (2001:166) motivasi sebagai “kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual.”
Dari kedua pengertian diatas, secara umum penulis menyimpulkan bahwa suatu motivasi adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakan. Dan motivasi itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing. Berbagai hal yang biasanya terkandung dalam berbagai definisi tentang motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Karena itulah dapat dikatakan bahwa bagaimanapun motivasi didefinisikan, terdapat tiga komponen utamanya yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan.

2)                Fungsi Motivasi

Sadirman (dalam Rusdiana, 2014:71) mengemukakan, pada prinsipnya motivasi mempunyai tiga fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu:
1.                  Mendorong manusia untuk berbuat, dalam arti motivasi penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan oleh manusia;
2.                  Berfungsi sebagai penentu arah perbuatan. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya;
3.                  Menyeleksi perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi untuk mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

3)                Faktor-faktor yang Mendorong Timbulnya Motivasi

Menurut Herzberg (dalam Rusdiana, 2014:71) faktor-faktor pendorong (motivation factors) disebut juga sebagai faktor penyebab kepuasan (satisfier). Seseorang akan mendapat kepuasan apabila faktor-faktor tersebut dapat dipenuhi. Adanya kepuasan menambah semangat atau gairah baru untuk melaksanakan suatu aktifitas. Jika faktor-faktor kepuasan tidak terpenuhi, tidak akan ada tingkatan gairah dan semangat kerja.
Menurut Hoy dan Cecil (dalam Rusdiana, 2014:71) motivator utama manusia untuk melaksanakan aktivitas adalah adanya harapan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa setiap individu harus selalu memiliki motivasi yang tinggi dan konsep diri yang lebih positif dalam menjalani kehidupan, meskipun konsep diri dan motivasi setiap individu memiliki bentuk yang berbeda-beda. Dengan motivasi dan konsep diri, setiap aktivitas yang dijalaninya, baik aktivitas individu maupun aktivitas social, serta semua kebutuhan dan harapan sebelumnya dapat tercapai. Dengan kata lain, tujuan yang dicita-citakannya dapat tercapai.

4)                Jenis-Jenis Motivasi

Menurut Usman (2010:29) motivasi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.                  Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagau akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri.
2.                  Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu.

7.                  KESADARAN PEMBAYARAN PAJAK (Y)

1)           Definisi Kesadaran

Menurut Utomo (dalam Yulsiati, 2015:4) kesadaran adalah “keadaan mengetahui atau mengerti.”

2)           Definisi Kesadaran Perpajakan

Utomo (dalam Yulsiati, 2015:4) menyatakan bahwa kesadaran perpajakan adalah “kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan dengan cara membayar kewajiban pajaknya.”

J.                Tim Peneliti

1.               Untuk kedua Orangtua kami yang tak pernah berhenti memberikan semangat dan dukungan baik moril dan materi hingga penelitian ini selesai disusun.
2.               Untuk keluarga besar kami yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan.
3.               Untuk sahabat dan teman-temanku yang tak pernah lelah memberikan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
4.               Untuk Anisa Ulfah yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
5.               Untuk sahabat-sahabat angkatan 2013 Perpajakan 05SAKPD.

K.              Jadwal Kegiatan

Kegiatan penelitian mulai dari pembuatan proposal sampai dengan penyusunan skripsi ini direncanakan selama 3 bulan dan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel Rencana Waktu dan Tahapan Kegiatan Penelitian

L.               
Anggaran

Penelitian skripsi ini membutuhkan dana sebesar Rp. 8.203.500 dengan rincian sebagai berikut:
1.                  Biaya Bahan dan Alat
1)                  3 rim kertas A4 80 gram @ Rp 45.000           Rp.    135.000
2)                  Alat-alat tulis                                                   Rp.    100.000
3)                  10 klip kertas @ Rp. 1.000                              Rp.    100.000
4)                  3 map plastik @ Rp. 4.500                              Rp.      13.500
5)                  Buku teori dan jurnal                                       Rp. 1.200.000
6)                  
Gunting, steples, isolasi                                   Rp.      50.000

                                                Jumlah              Rp. 1.598.500
2.                  Biaya Operasional
1)                  Telepon selama 3 bulan penelitian                   Rp.    700.000
2)                  Pengolahan data                                               Rp.    300.000
3)                  
Analisa data                                                     Rp.    300.000

Jumlah                         Rp. 1.300.000
3.                  Biaya Transportasi dan Akomodasi
1)                  Transportasi ke lokasi selama 30 hari              Rp. 1.500.000
@ Rp. 50.000 (Survei, Pelaksanaan dan Konsultasi)
2)                  Konsumsi responden 50 orang @Rp. 15.000  Rp.     750.000
3)                  Akomodasi                                                      Rp.     500.000
4)                  
Konsumsi ujian proposal dan skripsi               Rp.     500.000

Jumlah                         Rp. 3.250.000
4.                  Biaya Fotocopy  dan Rental
1)                  Wi-Fi selama 3 bulan                                       Rp.     300.000
2)                  Biaya cetak atau print out                                Rp.     500.000
3)                  Fotocopy kuesioner                                         Rp.     270.000
4)                  Fotocopy bahan-bahan kajian teori                 Rp.     300.000
5)                  Fotocopy dan penjilidan proposal                   Rp.       60.000
@ Rp. 12.000 x 5 eksemplar
6)                  Fotocopy dan penjilidan skripsi                       Rp.     125.000
@ Rp. 25.000 x 5 eksemplar
7)                  Biaya tidak terduga                                          Rp.     500.000
Jumlah                         Rp. 2.055.000
5.                                          Biaya Wisuda                                                             Rp. 1.500.000
                                                                       Total Biaya                   Rp. 9.703.500

M.            Pedoman Peliputan Data

Menurut Sugiyono (2012:137) interview (wawancara) digunakan sebagai “teknik pengmpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.
Kerangka berfikir Sugiyono (2012:142) kuesioner (angket) merupakan “teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”
Hadi (dalam Sugiyono, 2012:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan “suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.”

N.              Metodologi Penelitian

1.                  Jenis Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan ilmiah ittu didasari pada ciri-ciri keilmuan, rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis dan berkesinambungan atau berurutan.
Jenis penelitian ini adalah assosiatif kausal, dimana terjadi hubungan sebab akibat diantara kedua variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini berguna untuk mengukur hubungan antara variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lain. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sikap dan motivasi masyarakat sebagai variabel bebas (X) terhadap kesadaran pembayaran pajak sebagai variabel terikat (Y).
2.                  Model Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, menurut Sugiyono (2013:11):
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penellitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Sedangkan sifat dari penelitian ini yaitu assosiatif. Menurut Sugiyono (2012:55) penelitian assosiatif berkaitan dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci dan bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian assosiatif menangkap ciri khas suatu objek, seseorang atau suatu kejadian pada waktu data dikumpulkan dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan perkembangan waktu.
3.                  Populasi dan Sampel
1)                  Populasi
Menurut Sugiyono (2012:80) populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:782) populasi adalah “sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel, yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.”
Menurut Kountur (2007:145) populasi adalah “suatu kumpulan menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti. Objek penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena dan lain-lain.”
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat tetap di Kelurahan Duren Mekar Kecamatan Bojongsari Kota Depok.
2)                  Sampel
Menurut Sugiyono (2012:81) sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:872) sampel adalah “bagian dari populasi statistik yang cirinya dipelajari untuk memperoleh informasi seluruhnya.”
Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Sampling Quota. Metode Sampling Quota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
4.                  Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan, menyusun dan menganalisis data serta informasi yang didapat sesuai dengan masalah, maka penulis melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1)                  Riset Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh pengetahuan secara teoritis dengan membaca literaturetext book, majalah dan karya tulis lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis terhadap data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
2)                  Studi Lapangan (Field Research)
Yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara langsung pada perusahaan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh melalui:
a.                  Interview (Wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian.
b.                 Kuesioner (Angket) yaitu daftar pertanyaan yang disiapkan oleh penulis berupa formulir yang diajukan secara tertulis kepada para narasumber yang terkait dengan objek penelitian.
c.                  Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti. Objek yang diteliti adalah sikap dan motivasi masyarakat. Data yang dihasilkan dari observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata mengenai sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dapat juga dijadikan alat untuk memvalidasi jawaban yang diperoleh dari jawaban kuesioner.
5.                  Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau data dari sumber lain terkumpul, kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dari seluruh responden dan menyajikan data setiap variabel yang diteliti. Metode yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1)                  Analisis Deskriptif Kualitatif
Penulis melakukan analisis mengenai informasi-informasi dan data yang berhasil diperoleh baik yang dilkakan dengan observasi. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pengaruh sikap dan motivasi masyarakat terhadap kesadaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa.
2)                  Analisis Statistik
Pengujian data hipotesis merupakan suatu cara dalam statistik untuk menguji anggapan yang masih bersifat sementara sehingga dapat ditarik kesimpulan statistik mengenai diterima atau ditolaknya hipotesis.
6.                  Operasionalisasi Variabel
Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012:38) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Menurut Sekaran (2014:115) variabel adalah “apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai.”
Sementara itu, operasionalisasi variabel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep atau bagaimana caranya sebuah konsep harus diukur yang terdapat variabel bebas dan variabel terikat.  Dalam penelitian ini ada dua variabel yang digunakan, yaitu sikap dan motivasi masyarakat sebagai variabel bebas (X) dan kesadaran pembayaran pajak sebagai variabel terikat (Y).

O.              Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Direktorat Jenderal Pajak. (2010). Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Seri KUP. Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Harjo, Dwikora. (2013). Perpajakan Indonesia Sebagai Materi Perkuliahan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Kountur, Ronny. (2007). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.Jakarta: PPM.
Lubis, Irwansyah., & Djuanda, Gustian. (2010). Review Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. (2006). Perpajakan Edisi Revisi 2006. Yogyakarta: ANDI.
Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: ANDI.
Nayla, Aktifa. P. (2015). Panduan Lengkap dan Praktis tentang Pajak dan UKM. Yogyakarta: Laksana.
Prasetya, Joko Tri. (2011). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Resmi, Siti. (2013). Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Resmi, Siti. (2014). Perpajakan: Teori dan Kasus Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, Stephen P. (2001). Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi Kedelapan. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Rusdiana, A. (2014). Kewirausahaan (Teori dan Praktik). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Shadily, Hassan. (1984). Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. BINA AKSARA.
Soelaeman, Munandar. (2008). Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV. Alfabeta.
Sukardji, Untung. (2012). Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia Edisi Revisi. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.
Usman, Uzer. (2010). Menjadi Guru Professional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Waluyo. (2008). Perpajakan Indonesia Edisi Revisi 2008. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. (2013). Perpajakan Indonesia Edisi Revisi 2013. Jakarta: Salemba Empat.
Yulsiati, Hanny. (2015).  Analisis Pengaruh Sikap, Kesadaran, Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan dan Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kemuning Kota Palembang. Jurnal Akuntanika, No.1, Vol.2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar