Proses
Penelitian
Langkah
4 dan 5: Kerangka Teoretis
Penyusunan
Hipotesis
Untuk Memenuhi Nilai
Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Angga
Hidayat
NIDN: 0426108802
Disusun oleh:
Anisa Ulfah (2013122499)
Ernawati (2013122211)
Lia Rosalina (2013122385)
Sifa Fauziah (2013120772)
Siti Setiyaningsih (2013121843)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2015
------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB II
KAJIAN
TEORI
2.1. Kebutuhan Akan Kerangka Teoretis
Setelah melakukan wawancara,
menyelesaikan survei literatur, dan mendefinisikan masalah, setelah itu siap
untuk membuat kerangka teoretis. Menurut Sekaran (2014:114), kerangka teoretis adalah
“metode konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seseorang menyusun teori
atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk
masalah.” Teori tersebut mengalir secara logis dari dokumentasi penelitian
sebelumnya dalam bidang masalah. Menggabungkan keyakinan logis seseorang dengan
penelitian yang dipublikasikan, mempertimbangkan keterbatasan dan hambatan
situasi, adalah sangat penting dalam membangun dasar ilmiah untuk meneliti
masalah penelitian.
Kerlinger (dalam Singarimbun dan Effendi,
1989:48) menyatakan bahwa:
Teori adalah serangkaian
konsep, definisi dan proporsi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk
memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Gambaran yang
sistematis itu dijabarkan dengan menghubungkan variabel yang satu dengan yang
lainnya dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Penyusunan kerangka konseptual
tersebut membantu untuk mendalilkan atau menghipotesiskan dan menguji hubungan
tertentu dan meningkatkan pemahaman peneliti mengenai dinamika situasi. Dengan demikian, dari kerangka teoretis bisa disusun
hipotesis yang dapat diuji untuk mengetahui apakah teori yang dirumuskan valid
atau tidak. Dengan menguji dan mengulangi temuan, kita juga akan mempuyai
keyakinan yang lebih kuat mengenai ketepatan penelitian. Jadi, seluruh
penelitian bergantung pada dasar kerangka teoretis.
2.2. Variabel
Menurut Sekaran (2014:115), variabel adalah
“apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai.”
Singarimbun dan Effendi (1989:48) berpendapat agar
konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, mereka harus dioperasionalisasikan
dengan mengubahnya menjadi variabel, “yang berarti sesuatu yang mempunyai
variasi nilai.”
Kuncoro (2009:49) mengatakan bahwa
variabel adalah “sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
penulis dapat mendefinisikan bahwa variabel adalah sesuatu yang dapat
membedakan atau membawa dan mempunyai variasi pada nilai.
Semua cabang ilmu pengetahuan mencari
hubungan yang sistematis antara variabel. Dalam hal ini yang membedakan ilmu
sosial dengan ilmu eksakta adalah variasi dalam hubungan-hubungan tersebut menurut
tempat atau lokasi dan urutan waktu. Contoh variabel adalah skor nilai, unit
produksi, absensi dan motivasi.
Pengertian variabel dapat dijelaskan
dengan contoh berikut. Misalnya dalam sebuah pabrik, ada buruh yang masih muda
dan ada pula yang sudah tua. Buruh yang masih muda dapat bekerja lebih cepat
dan menghasilkan unit produksi barang lebih banyak. Sedangkan yang usianya
sudah tua mungkin saja tidak dapat bekerja lebih cepat sehingga menghasilkan
unit produksi barang lebih sedikit. Dari ilustrasi tersebut, atribut tua dan
muda dikelompokkan menjadi variabel usia dan unit produksi barang yang
dihasilkan juga merupakan sebuah variabel karena keduanya mempunyai nilai yang
berbeda.
2.2.1.
Jenis
Variabel
Menurut pendapat Sekaran (2014:116), ada
empat jenis variabel utama yaitu:
1.
Variabel terikat (dependent variable, disebut juga variabel kriteria criterion variable).
2.
Variabel bebas (independent variable, disebut
juga variabel prediktor prediction
variable).
3.
Variabel moderat (moderating variable).
4.
Variabel antara (intervening variable).
Sukandarrumidi (2002:11) mengemukakan
bahwa berdasarkan atas sifat nilainya, variabel dibedakan:
1.
Variabel katagorik (diskrit) adalah
variabel yang dapat dibagi menjadi golongan atau kategori dengan ciri-ciri
tertentu.
2.
Variabel kontinyu (bersambung) adalah jenis variabel yang dapat
mengambil nilai pecahan, sehingga antara dua nilai bulat yang berdekatan tidak terputus
tetapi masih ada nilai-nilai lain secara bersambung.
Singarimbun dan Effendi (1989:42) mengatakan
bahwa variabel kategorikal adalah “variabel yang membagi respon menjadi dua
kategori (variabel dikotomi) atau beberapa kategori (variabel politomi).”
Adapun contoh variabel dikotomi adalah
jenis kelamin (pria/wanita), status pekerjaan (bekerja/tidak bekerja), status
perkawinan (kawin/tidak kawin). Contoh variabel politomi adalah jenis
pendidikan (tidak sekolah, SD, SMP, SLTP, SLTA, Sarjana), jenis pekerjaan
(pegawai negeri, pegawai swasta, pemilik toko, pedagang kecil, petani, buruh
dan tukang) dan agama (islam, katolik, protestan, hindu, budha, konghucu atau
aliran kepercayaan lain).
Menurut pendapat Singarimbun dan Effendi
(1989:42), variabel bersambung adalah “variabel yang nilai-nilainya merupakan
suatu skala, baik bersifat ordinal maupun rasio.”
Adapun contoh variabel bersambung dalam
sebuah penelitian adalah umur, jumlah pendapatan, jumlah pengeluaran rumah
tangga, tingkat efektivitas, tingkat kriminalitas.
Dari berbagai jenis variabel tersebut,
dalam makalah ini penulis lebih mengutamakan untuk memerhatikan dan hanya membahas
empat jenis variabel utama.
2.2.2.
Variabel
Terikat
Sekaran (2014:116) mengatakan bahwa variabel
terikat merupakan “variabel yang menjadi perhatian utama.”
Sukandarrumidi (2002:10) mengemukakan pendapatnya mengenai
variabel terikat (dependent variable)
adalah “variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain.”
Sedangkan Rakhmat (2004:12) menegaskan
bahwa variabel terikat adalah “variabel yang diduga sebagai akibat atau yang
dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
secara umum penulis dapat mendefinisikan bahwa variabel terikat adalah variabel
yang yang dipengaruhi atau disebabkan variabel lainnya dan merupakan variabel
yang menjadi perhatian utama dalam penelitian.
Tujuan peneliti adalah memahami dan
membuat variabel terikat, menjelaskan variabelitasnya, atau memprediksikannya. Dengan
kata lain, variabel terikat merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang
berlaku dalam investigasi.
Pengertian variabel terikat dapat
dijelaskan dengan contoh berikut: sebuah perusahaan mengeluarkan sebuah produk
terbaru dan manajer dari perusahaan tersebut ingin mengetahui motivasi
pembelian masyarakat terhadap produk tersebut. Variabel terikat disini adalah
motivasi pembelian. Motivasi pembelian dikatakan variabel karena mempunyai
variasi nilai yaitu tertarik, tidak tertarik dan sangat tertarik. Karena
motivasi pembelian merupakan fokus utama manajer maka hal tersebut adalah
variabel terikat.
2.2.3.
Variabel
Bebas
Menurut pendapat Sekaran
(2014:117), variabel
bebas adalah “variabel yang memengaruhi variabel
terikat, entah secara positif atau negatif.”
Sukandarrumidi
(2002:10) mendefinisikan
bahwa variabel bebas (independent
variable) adalah “variabel
yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variabel lain.”
Sedangkan Rakhmat (2004:12) menyatakan bahwa variabel
bebas adalah “variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari
variabel yang lain.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat
mendefinisikan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependent variable), baik secara positif
maupun negatif.
Apabila terdapat variabel bebas, variabel terikat juga
hadir, dan dengan setiap unit kenaikan dalam variabel bebas, terdapat pula
kenaikan atau penuruan dalam variabel terikat. Dengan kata lain, varians variabel
terikat ditentukan oleh variabel bebas.
Pengertian variabel bebas dapat dijelaskan
dengan contoh berikut. Contoh pertama, seorang manajer berminat untuk menyelidiki
pengaruh iklan terhadap motivasi pembelian. Disini iklan sebagai variabel bebas
(independent variable) sedangkan
motivasi pembelian merupakan variabel terikat (dependent variable). Dalam penelitian ini, pengaruh iklan dapat
dikatakan sebagai variabel bebas karena akan menjelaskan varians dan merupakan
variabel yang mempengaruhi sehingga menjadi sebab timbulnya motivasi pembelian.
Motivasi pembelian dapat dikatakan sebagai variabel terikat karena merupakan
variabel yang dipengaruhi atau akibat karena adanya variabel bebas.
Contoh kedua yaitu dalam penelitian sosial menunjukan
bahwa angka pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas. Dalam hal
ini, tingkat kriminalitas (yaitu kejahatan, pencurian, perampasan) adalah
subjek perhatian dan merupakan variabel terikat (dependent variable). Pengangguran yang menjelaskan varians dalam
tingkat kriminalitas merupakan variabel bebas (independent variable).
2.2.4. Variabel
Moderator
Sekaran (2014:119) berpendapat bahwa variabel moderator (moderating variable) adalah “variabel
yang mempuyai pengaruh ketergantungan (contingent
effect) yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan variabel bebas.”
Yaitu, kehadiran variabel ketiga (varibel moderat) mengubah hubungan awal
antara variabel bebas dan terikat.
Contohnya adalah ditemukan bahwa ada hubungannya antara
peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan dengan kecelakaan yang terjadi.
Yaitu jika para pengendara tidak mengikuti peraturan yang ditetapkan maka
kemungkinan besar mereka akan mengalami kecelakaan.
Meskipun hubungan tersebut bisa dikatakan diyakini
kebenarannya secara umum bagi semua orang, namun hal tersebut tergantung pada
kecenderungan para pengendara untuk dapat mengerti dan menjalankan peraturan
tersebut ataupun tidak. Dengan kata lain, orang yang mengikuti peraturan yang
ada kemungkinan besar tidak akan mengalami kecelakaan kecuali ada sebab-sebab
yang tidak terduga lainnya. Pengendara lain yang sama sekali tidak mematuhi
peraturan tersebut, kemungkinan besar akan mengalami kecelakaan.
Dari contoh kasus tersebut hubungan antara variabel bebas
(adanya peraturan lalu lintas) dan variabel terikat (kecelakaan) yang
dimoderatkan (moderated by) oleh
variabel moderat (kecenderungan mematuhi atau tidak).
Seperti dalam kasus diatas, kapan pun hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat menjadi tergantung pada variabel lain, kita
mengatakan bahwa variabel ketiga mempunyai pengaruh moderat terhadap hubungan
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel yang memoderatkan hubungan
disebut variabel moderator (moderating
variable).
2.2.5. Perbedaan
Variabel Bebas dan Variabel Moderator
Menurut pendapat Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004:12) tentang variabel bebas dan
variabel moderat yaitu:
Variabel
yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain disebut
variabel bebas. Sedangkan variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi,
baik memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel bebas (variable independen)
ke terikat (variable dependent).
Sering
muncul kebingungan mengenai kapan sebuah variabel diperlakukan sebagai variabel
bebas dan kapan variabel tersebut menjadi variabel moderator.
Contohnya adalah
seseorang yang mempunyai prestasi
belajar tidak dipengaruhi oleh
peranan dosen. Hanya mereka yang memiliki tekad dan motivasi tinggi untuk
belajar yang akan memiliki prestasi yang baik.
Dalam situasi
tersebut, kita mempunyai tiga variabel yang sama. Peranan dosen merupakan
variabel bebas, dan prestasi belajar merupakan variabel terikat. Sedangkan,
tekad dan motivasi yang tinggi merupakan variabel moderator. Dengan kata lain
hanya mereka yang memiliki tekad dan motivasi yang tinggi untuk belajar yang
akan memiliki prestasi baik di pendidikannya. Dengan demikian, hubungan antara
variabel bebas dan terikat menjadi tergantung pada kehadiran sebuah moderator.
2.2.6. Variabel
Antara
Sekaran (2014:124) mengatakan bahwa variabel
antara (intervening variable) adalah
“variabel yang mengemukan antara waktu
variabel bebas mulai bekerja memengaruhi variable terikat,
dan waktu pengaruh variabel bebas terasa pada variabel terikat.”
Dengan
demikian, terdapat kualitas temporal atau dimensi waktu pada variabel antara.
Variabel antara mengemukakan sebagai sebuah fungsi variabel bebas yang berlaku
dalam situasi apa pun, serta membantu mengonsepkan dan menjelaskan variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Contohnya
adalah hubungan antara stress dan kepribadian terhadap kinerja. Stressor
(penyebab stress) berakibat sebagai penyebab (independent) dan stress yang dirasakan
ditempatkan sebagai mediator. Pada hubungan antara stressor dan stress yang
dirasakan dipengaruhi oleh salah satunya tipe kepribadian, misalnya tipe A.
Dalam
kaitannya, beberapa ahli menyatakan bahwa kepribadian tipe A lebih mudah
terkena stress karena perilakunya yang cenderung lebih agresif dan ambisius
serta pikiran mereka dipenuhi oleh masalah. Dengan demikian, meski sumber
stresnya sama yaitu pekerjaan, stress yang dirasakan setiap orang akan berbeda
tergantung kepada tipe kepribadian yang dimilikinya. Lalu, stress yang
dirasakan ini akan mempengaruhi perilaku kinerja pegawai.
Untuk
membedakannya, ketika variabel bebas menjelaskan varians dalam variabel
terikat, variabel antara tidak menambahkan varians yang telah dijelaskan oleh
variabel bebas, sedangkan variabel moderator mempunyai pengaruh interaksi
dengan variabel bebas dalam menjelaskan varians. Yaitu, kecuali variabel
moderator hadir, teori mengenai hubungan antara kedua variabel lain yang
dipertimbangkan tidak akan terbukti.
Entah
sebuah variabel adalah variabel bebas, variabel terikat, variabel antara atau
variabel moderator, anda sebaiknya menetukannya dengan membaca secara teliti
dinamika yang berlaku dalam situasi yang dihadapi. Misalnya, variabel seperti
motivasi kerja bisa menjadi variabel terikat, variabel bebas, variabel antara,
atau variabel moderator, tergantung pada model teori yang digunakan.
2.3. Kerangka Teoretis
Sekaran (2014:127) berpendapat bahwa kerangka
teoretis adalah “jaringan asiosiasi yang disusun, dijelaskan, dan dielaborasi
secara logis antarvariabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan
diidentifikasikan melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survei
literatur.”
Sedangkan pendapat Kuncoro (2009:45),
kerangka teoretis adalah “suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu
teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah
tertentu.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
penulis dapat mendefinisikan bahwa kerangka teoretis adalah suatu model
jaringan asiosiasi yang disusun, dijelaskan dan dielaborasi secara logis
antarvariabel yang dianggap relevan sehingga dapat menerangkan hubungan teori
dengan faktor-faktor yang telah diketahui dalam suatu masalah.
Kerangka teoretis merupakan langkah
penting dalam sebuah proses penelitian. Untuk mendapatkan solusi masalah yang
baik peneliti diharuskan untuk mengindentifikasi masalah
dengan benar dan variabel yang mempengaruhinya. Kemudian mengelaborasi
jaringan asiosiasi antarvariabel sehingga hipotesis yang relavan dapat disusun
dan kemudian diuji.
Survei literatur dilakukan agar kita
bisa terhindar dari kemungkinan melewatkan variabel penting yang bisa saja
telah ditemukan di masa lalu oleh penelitian lain. Sehingga terhindar dari
penciptaan penelitiaan kembali. Hal tersebut, sebagai tambahan untuk hubungan
logis lainnya yang dapat dikonsepkan, membentuk dasar untuk model teoretis.
Kerangka teoretis mengelaborasi hubungan antarvariabel, menjelaskan teori yang
menggaris bawahi relasi tersebut, dan menjelaskan sifat dan arah hubungan.
Sebagaimana survei literatur memberikan panggung untuk kerangka teoretis yang
baik.
2.3.1. Komponen
Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis secara logis menjelaskan
sangkut-paut antarvariabel tersebut. Hubungan antar variable bebas, variabel terikat,
dan jika tepat, variabel moderator dan antara di uraikan. Elaborasi variabel
dalam kerangka teoretis menunjukkan persoalan mengapa atau bagaimana kita
mengharapkan hubungan tertentu berlaku, sifat, dan arah hubungan antarvariabel
minat.
Hal mendasar yang harus diperhatikan
dalam kerangka teoritis yang dikemukakan Sekaran (2014:129), yaitu:
1.
Variabel yang dianggap relevan untuk studi harus
di identifikasi dan dinamai dengan jelas dalam pembahasan.
2.
Pembahasan harus menyebutkan mengapa dua
atau lebih variabel
berkaitan satu sama lain. Hal ini sebaiknya dilakukan untuk hubungan penting
yang diteorikan berlaku diantara variabel.
3.
Bila sifat dan arah hubungan dapat
diteorikan berdasarkan temuan penilitian sebelumnya, maka harus ada indikasi
dalam pembahasan mengenai apakah hubungan akan
positif atau negatif.
4.
Harus ada penjelasan yang gambling
mengenai mengapa kita memperkirakan hubungan
tersebut berlaku . argument bisa ditarik dari temuan penelitian
sebelumnya.
5.
Suatu diagram skematis kerangka teoretis
harus diberikan agar pembaca dapat melihat dan dengan mudah
memahami hubungan yang diteorikan.
2.3.2.
Kerangka Teoretis Untuk Contoh
Korupsi di Indonesia sudah tidak asing
lagi, sudah begitu banyak para
wakil rakyat yang melakukan hal kotor tersebut tanpa rasa malu. Faktor
yang mempengaruhi mereka melakukan korupsi antara lain penegakan hukum kurang konsisten, adanya peluang atau kesempatan,
keserakahan, gagalnya pendidikan agama dan etika. Jika semua itu diperbaiki
mereka akan takut dan berpikir dua kali
untuk melakukan korupsi.
Kerangka teoretis untuk contoh kasus
diatas sebagai berikut:
Variabel terikat adalah korupsi, yang
merupakan variabel minat utama, dimana varians dicoba dijelaskan dengan empat
variabel bebas, yaitu (1) hukum yang
kurang konsisten, (2) adanya peluang atau kesempatan, (3) keserakahan, (4) gagalnya
pendidikan agama dan etika.
Penegakan hukum hanya sebagai make-up politik,
bersifat sementara dan selalu berubah
tiap pergantian pemerintahan. Dengan begitu kemungkinan kesempatan untuk
melakukan korupsi sangat besar, dan apabila pun
tertangkap konsekuensinya sangat rendah karena pada saat tertangkap
mereka bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumanya. Keserakan untuk mendapatkan uang yang membuat mereka
melakukan segala cara untuk menguntungkan diri mereka. Dengan sikap tersebut sangat terlihat bahwa agama
telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat
yang memeluk agama itu sendiri. Mereka hanya berfikir bahwa agama hanya berkutat dalam masalah ibadah saja.
Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam
peran sosial. Jika saja ia tanamkan dalam dirinya kekuatan ikatan emosional anatara agama dan
pemeluk agama akan menyadarkan bahwa
korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun
orang lain.
2.4. Penyusunan Hipotesis
Setelah
kita mengidentifikasi variabel penting dalam suatu situasi dan menetapkan
hubungan antarvariabel melalui pemikiran logis dalam kerangka teoritis, kita
berada dalam posisi untuk menguji apakah hubungan yang diteorikan benar-benar
terbukti kebenarannya. Dengan menguji hubungan tersebut secara ilmiah melalui
analisis statistik yang tepat, atau melalui analisis kasus negatif (negative case analysis) dalam penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat
deskriptif/menjabarkan atau penelitian dengan cara pengumpulan data-data.
Dengan ini kita akan memperoleh informasi terpercaya mengenai jenis hubungan
yang eksis di antara variabel yang berlaku dalam situasi masalah. Hasil
pengujian tersebut memberi kita beberapa solusi mengenai apa yang dapat diubah
dalam situasi yang dihadapi untuk memecahkan masalah. Merumuskan pernyataan
yang dapat diuji semacam tersebut disebut penyusunan hipotesis.
2.4.1. Definisi
Hipotesis
Menurut Sekaran (2014:135), hipotesis
bisa didefinisikan sebagai “hubungan yang diperkirakan secara logis di antara
dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat
diuji.”
Singarimbun dan Effendi (1989:43) berpendapat tentang hipotesa
adalah “sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan,
karena ia merupakan instrumen kerja dari teori.”
Sedangkan Sukandarrumidi (2002:126)
menyatakan bahwa hipotesis yaitu “dari hasil tinjauan pustaka dijabarkan dengan
tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian yang diharapkan
atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis adalah sarana penelitian yang
penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban
sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan
empiris yang mungkin diperoleh.
Hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya. Hipotesis memberikan informasi tentang variabel-variabel
penelitian serta hubungannya. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan
jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk
studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan,
diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Hipotesis disusun secara singkat dengan
kalimat pendek yang jelas dan sistematis. Hipotesis ini nantinya harus muncul
dalam kesimpulan penelitian. Untuk mempermudah dan meyakinkan pembaca jumlah
hipotesis yang disusun harus ditunjukkan sama dengan jumlah kesimpulan yang
menjawab atau membenarkan hipotesis.
2.4.2.
Pernyataan Hipotesis: Format
Pernyataan Jika-Maka (If-Then
Statement)
Seperti
disebutkan sebelumnya, hipotesis adalah pernyataan yang dapat diuji mengenai
hubungan antarvariabel. Hipotesis juga dapat menguji apakah terdapat perbedaan
antara dua kelompok (atau antara beberapa kelompok) yang terkait dengan
variabel. Untuk menguji apakah hubungan atau perbedaan yang diperkirakan
tersebut eksis atau tidak, hipotesis dapat disusun sebagai proposisi atau dalam
bentuk pernyataan jika-maka (if-then
statement). Kedua format tersebut bisa dilihat dalam contoh berikut.
Awan
pada sore hari terlihat
hitam dan langit menjadi pekat akan turun hujan.
Jika
awan pada sore hari terlihat hitam dan langit menjadi pekat maka akan turun
hujan.
2.4.3.
Hipotesis Direksional dan Nondireksional
Jika,
dalam menyatakan hubungan antara dua variabel atau membandingkan dua kelompok,
istilah-istilah seperti positif, negatif,
lebih dari, dan semacamnya digunakan, maka hipotesis tersebut disebut
direksional karena arah hubungan antarvariabel (positif/negatif) ditunjukkan.
Contoh hipotesis direksional:
Semakin besar gaji yang diberikan untuk
karyawan, semakin rendah tingkat keabsenan karyawan tersebut.
Di
sisi lain, hipotesis nondireksional adalah hipotesis yang mendalilkan hubungan
atau perbedaan, tetapi tidak memberikan indikasi mengenai arah dari hubungan
atau perbedaan tersebut. Dengan kata lain, meskipun mungkin, diperkirakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan di antara dua variabel, kita tidak dapat
mengatakan apakah hubungan tersebut akan positif atau negatif.
Contoh
hipotesis nondireksional:
Ada hubungan antara
usia dan kedewasaan.
2.4.4.
Hipotesis Nol dan Alternatif
Menurut Sekaran (2014:138), hipotesis
nol (hipotesis nihil atau null hypotheses) adalah “proposisi yang menyatakan
hubungan yang definitif dan tepat diantara dua variabel.”
Arikunto (2010:113) menegaskan bahwa hipotesis
nol menyatakan “tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya
pengaruh variabel X terhadap variabel Y.”
Sedangkan Kuncoro (2009:61) berpendapat
bahwa hipotesis statistik atau null hypothesis
menyatakan bahwa “tidak ada (nol) hubungan atau perbedaan di antara kedua
variabel, dan jika terdapat hubungan atau perbedaan, adalah karena secara
kebetulan semata.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
penulis mendefinisikan hipotesis nol adalah proposisi yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan, perbedaan atau tidak adanya pengaruh antara dua variabel,
dan jika ada hanyalah kebetulan semata.
Menurut Arikunto (2010:113), rumusan
hipotesis nol adalah:
a.
Tidak
ada perbedaan antara .......... dengan ..........
b.
Tidak
ada pengaruh .......... terhadap ..........
Menurut pendapat Sekaran (2014:138), hipotesis
alternatif, yang merupakan kebalikan dari hipotesis nol, adalah “pernyataan
yang mengungkapkan hubungan antara dua variable atau menunjukkan perbedaan
antara kelompok.”
Arikunto (2010:112) mengemukakan bahwa hipotesis
alternatif atau hipotesis kerja menyatakan “adanya hubungan antara variabel X
dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka
penulis mendefinisikan bahwa hipotesis alternatif adalah pernyataan yang
mengungkapkan adanya hubungan atau perbedaan antara dua variabel.
Arikunto (2010:112) menjelaskan bahwa rumusan hipotesis alternatif adalah:
a.
Jika
.................... maka ....................
b.
Ada
perbedan antara .......... dan ..........
c.
Ada
pengaruh ................ terhadap ..............
Menurut pendapat Sekaran (2014:141), langkah-langkah
yang harus di ikuti dalam pengujian hipotesis adalah :
1.
Menyatakan hipotesis nol dan alternatif.
2.
Memilih uji statistik yang tepat berdasarkan apakah data yang
dikumpulkan adalah parametrik
atau nonparametrik.
3.
Menent ukan
sikap signifikasi yang diinginkan (
=
0,05, atau lebih, atau kurang).
4.
Memastikan jika hasil dari analisis komputer menunjukkan bahwa tingkat
signifikansi terpenuhi. Jika, seperti dalam kasus analisis korelasi Pearson
dalam peranti lunak Excel, tingkat signifikansi tidak muncul dalam printout, perhatikan nilai kritis (critical value) yang menetapkan daerah
penerimaan pada table yang sesuai [(t,
F, X2)—lihat tabel]. Nilai kritis tersebut membagi daerah
penolakan dari daerah penerimaan hipotesis nol.
5.
Jika nilai hitung (resultant value) lebih besar daripada nilai kritis (critical value), hipotesis nol ditolak,
dan alternatif
diterima, jika nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis, hipotesis nol
diterima dan alternatif
ditolak.
2.5. Pengujian Hipotesis dengan Penelitian Kualitatif: Analisis Kasus Negatif
Sekaran (2014) berpendapat bahwa hipotesis
juga dapat diuji dengan data kualitatif. Seorang peneliti membuat kerangka
teoretis bahwa perilaku tidak etis seorang akuntan merupakan fungsi dari
ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara benar atau salah, atau karena
kebutuhan mendesak akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan perusahaan
terhadap perilaku semacam itu. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor
tesebut merupakan penyebab utama yang memengaruhi perilaku tidak etis, peneliti
akan mencari data yang menyangkal hipotesis. Bahwa jika suatu kasus tunggal
tidak mendukung hipotesis, teori tersebut harus direvisi. Katakanlah bahwa
peneliti menemukan satu kasus di mana seorang akuntan dengan sengaja melakukan
perilaku tidak etis dengan memanipulasi data keuangan (meskipun faktanya ia
cukup mampu membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang dan mengetahui bahwa
perusahaan tidak akan membiarkan perilakunya), hanya karena ia ingin “kembali”
ke sistem yang tidak akan menerima sarannya.” Penemuan baru ini melalui
penolakan atas hipotesis semula, disebut sebagai metode kasus negatif (negative case method), memungkinkan
peneliti untuk merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori tersebut
menjadi kukuh.