Minggu, 03 Januari 2016

Kelompok 5 - Proses Penelitian Langkah 4 dan 5: Kerangka Teoretis Penyusunan Hipotesis



Proses Penelitian
Langkah 4 dan 5: Kerangka Teoretis
Penyusunan Hipotesis
Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Angga Hidayat
NIDN: 0426108802
Disusun oleh:
Anisa Ulfah           (2013122499)
Ernawati                (2013122211)
Lia Rosalina          (2013122385)
Sifa Fauziah          (2013120772)
Siti Setiyaningsih   (2013121843)


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
2015

------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1.            Kebutuhan Akan Kerangka Teoretis

Setelah melakukan wawancara, menyelesaikan survei literatur, dan mendefinisikan masalah, setelah itu siap untuk membuat kerangka teoretis. Menurut Sekaran (2014:114), kerangka teoretis adalah “metode konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seseorang menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah.” Teori tersebut mengalir secara logis dari dokumentasi penelitian sebelumnya dalam bidang masalah. Menggabungkan keyakinan logis seseorang dengan penelitian yang dipublikasikan, mempertimbangkan keterbatasan dan hambatan situasi, adalah sangat penting dalam membangun dasar ilmiah untuk meneliti masalah penelitian.
Kerlinger (dalam Singarimbun dan Effendi, 1989:48) menyatakan bahwa:
Teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proporsi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Gambaran yang sistematis itu dijabarkan dengan menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut.
                        Penyusunan kerangka konseptual tersebut membantu untuk mendalilkan atau menghipotesiskan dan menguji hubungan tertentu dan meningkatkan pemahaman peneliti mengenai dinamika situasi. Dengan  demikian, dari kerangka teoretis bisa disusun hipotesis yang dapat diuji untuk mengetahui apakah teori yang dirumuskan valid atau tidak. Dengan menguji dan mengulangi temuan, kita juga akan mempuyai keyakinan yang lebih kuat mengenai ketepatan penelitian. Jadi, seluruh penelitian bergantung pada dasar kerangka teoretis.

2.2.            Variabel

Menurut Sekaran (2014:115), variabel adalah “apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai.”
Singarimbun dan Effendi (1989:48) berpendapat agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, mereka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel, “yang berarti sesuatu yang mempunyai variasi nilai.”
Kuncoro (2009:49) mengatakan bahwa variabel adalah “sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa variabel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau membawa dan mempunyai variasi pada nilai.
Semua cabang ilmu pengetahuan mencari hubungan yang sistematis antara variabel. Dalam hal ini yang membedakan ilmu sosial dengan ilmu eksakta adalah variasi dalam hubungan-hubungan tersebut menurut tempat atau lokasi dan urutan waktu. Contoh variabel adalah skor nilai, unit produksi, absensi dan motivasi.
Pengertian variabel dapat dijelaskan dengan contoh berikut. Misalnya dalam sebuah pabrik, ada buruh yang masih muda dan ada pula yang sudah tua. Buruh yang masih muda dapat bekerja lebih cepat dan menghasilkan unit produksi barang lebih banyak. Sedangkan yang usianya sudah tua mungkin saja tidak dapat bekerja lebih cepat sehingga menghasilkan unit produksi barang lebih sedikit. Dari ilustrasi tersebut, atribut tua dan muda dikelompokkan menjadi variabel usia dan unit produksi barang yang dihasilkan juga merupakan sebuah variabel karena keduanya mempunyai nilai yang berbeda.
2.2.1.      Jenis Variabel
Menurut pendapat Sekaran (2014:116), ada empat jenis variabel utama yaitu:
1.                  Variabel terikat (dependent variable, disebut juga variabel kriteria criterion variable).
2.                  Variabel bebas (independent variable, disebut juga variabel prediktor prediction variable).
3.                  Variabel moderat (moderating variable).
4.                  Variabel antara (intervening variable).
Sukandarrumidi (2002:11) mengemukakan bahwa berdasarkan atas sifat nilainya, variabel dibedakan:
1.                  Variabel katagorik (diskrit) adalah variabel yang dapat dibagi menjadi golongan atau kategori dengan ciri-ciri tertentu.
2.                  Variabel kontinyu (bersambung) adalah jenis variabel yang dapat mengambil nilai pecahan, sehingga antara dua nilai bulat yang berdekatan tidak terputus tetapi masih ada nilai-nilai lain secara bersambung.
Singarimbun dan Effendi (1989:42) mengatakan bahwa variabel kategorikal adalah “variabel yang membagi respon menjadi dua kategori (variabel dikotomi) atau beberapa kategori (variabel politomi).”
Adapun contoh variabel dikotomi adalah jenis kelamin (pria/wanita), status pekerjaan (bekerja/tidak bekerja), status perkawinan (kawin/tidak kawin). Contoh variabel politomi adalah jenis pendidikan (tidak sekolah, SD, SMP, SLTP, SLTA, Sarjana), jenis pekerjaan (pegawai negeri, pegawai swasta, pemilik toko, pedagang kecil, petani, buruh dan tukang) dan agama (islam, katolik, protestan, hindu, budha, konghucu atau aliran kepercayaan lain).
Menurut pendapat Singarimbun dan Effendi (1989:42), variabel bersambung adalah “variabel yang nilai-nilainya merupakan suatu skala, baik bersifat ordinal maupun rasio.”
Adapun contoh variabel bersambung dalam sebuah penelitian adalah umur, jumlah pendapatan, jumlah pengeluaran rumah tangga, tingkat efektivitas, tingkat kriminalitas.
Dari berbagai jenis variabel tersebut, dalam makalah ini penulis lebih mengutamakan untuk memerhatikan dan hanya membahas empat jenis variabel utama.
2.2.2.      Variabel Terikat
Sekaran (2014:116) mengatakan bahwa variabel terikat merupakan “variabel yang menjadi perhatian utama.”
Sukandarrumidi (2002:10) mengemukakan pendapatnya mengenai variabel terikat (dependent variable) adalah “variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain.”
Sedangkan Rakhmat (2004:12) menegaskan bahwa variabel terikat adalah “variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka secara umum penulis dapat mendefinisikan bahwa variabel terikat adalah variabel yang yang dipengaruhi atau disebabkan variabel lainnya dan merupakan variabel yang menjadi perhatian utama dalam penelitian.
Tujuan peneliti adalah memahami dan membuat variabel terikat, menjelaskan variabelitasnya, atau memprediksikannya. Dengan kata lain, variabel terikat merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi.
Pengertian variabel terikat dapat dijelaskan dengan contoh berikut: sebuah perusahaan mengeluarkan sebuah produk terbaru dan manajer dari perusahaan tersebut ingin mengetahui motivasi pembelian masyarakat terhadap produk tersebut. Variabel terikat disini adalah motivasi pembelian. Motivasi pembelian dikatakan variabel karena mempunyai variasi nilai yaitu tertarik, tidak tertarik dan sangat tertarik. Karena motivasi pembelian merupakan fokus utama manajer maka hal tersebut adalah variabel terikat.
2.2.3.      Variabel Bebas
Menurut pendapat Sekaran (2014:117), variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi variabel terikat, entah secara positif atau negatif.”
Sukandarrumidi (2002:10) mendefinisikan bahwa variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variabel lain.
Sedangkan Rakhmat (2004:12) menyatakan bahwa variabel bebas adalah “variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (dependent variable), baik secara positif maupun negatif.
Apabila terdapat variabel bebas, variabel terikat juga hadir, dan dengan setiap unit kenaikan dalam variabel bebas, terdapat pula kenaikan atau penuruan dalam variabel terikat. Dengan kata lain, varians variabel terikat ditentukan oleh variabel bebas.
Pengertian variabel bebas dapat dijelaskan dengan contoh berikut. Contoh pertama, seorang manajer berminat untuk menyelidiki pengaruh iklan terhadap motivasi pembelian. Disini iklan sebagai variabel bebas (independent variable) sedangkan motivasi pembelian merupakan variabel terikat (dependent variable). Dalam penelitian ini, pengaruh iklan dapat dikatakan sebagai variabel bebas karena akan menjelaskan varians dan merupakan variabel yang mempengaruhi sehingga menjadi sebab timbulnya motivasi pembelian. Motivasi pembelian dapat dikatakan sebagai variabel terikat karena merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat karena adanya variabel bebas.
Contoh kedua yaitu dalam penelitian sosial menunjukan bahwa angka pengangguran berpengaruh terhadap tingkat kriminalitas. Dalam hal ini, tingkat kriminalitas (yaitu kejahatan, pencurian, perampasan) adalah subjek perhatian dan merupakan variabel terikat (dependent variable). Pengangguran yang menjelaskan varians dalam tingkat kriminalitas merupakan variabel bebas (independent variable).
2.2.4.      Variabel Moderator
Sekaran (2014:119) berpendapat bahwa variabel moderator (moderating variable) adalah “variabel yang mempuyai pengaruh ketergantungan (contingent effect) yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan variabel bebas.” Yaitu, kehadiran variabel ketiga (varibel moderat) mengubah hubungan awal antara variabel bebas dan terikat.
Contohnya adalah ditemukan bahwa ada hubungannya antara peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan dengan kecelakaan yang terjadi. Yaitu jika para pengendara tidak mengikuti peraturan yang ditetapkan maka kemungkinan besar mereka akan mengalami kecelakaan.
Meskipun hubungan tersebut bisa dikatakan diyakini kebenarannya secara umum bagi semua orang, namun hal tersebut tergantung pada kecenderungan para pengendara untuk dapat mengerti dan menjalankan peraturan tersebut ataupun tidak. Dengan kata lain, orang yang mengikuti peraturan yang ada kemungkinan besar tidak akan mengalami kecelakaan kecuali ada sebab-sebab yang tidak terduga lainnya. Pengendara lain yang sama sekali tidak mematuhi peraturan tersebut, kemungkinan besar akan mengalami kecelakaan.
Dari contoh kasus tersebut hubungan antara variabel bebas (adanya peraturan lalu lintas) dan variabel terikat (kecelakaan) yang dimoderatkan (moderated by) oleh variabel moderat (kecenderungan mematuhi atau tidak).
Seperti dalam kasus diatas, kapan pun hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat menjadi tergantung pada variabel lain, kita mengatakan bahwa variabel ketiga mempunyai pengaruh moderat terhadap hubungan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel yang memoderatkan hubungan disebut variabel moderator (moderating variable).
2.2.5.      Perbedaan Variabel Bebas dan Variabel Moderator
Menurut pendapat Kerlinger (dalam Rakhmat, 2004:12) tentang variabel bebas dan variabel moderat yaitu:
Variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain disebut variabel bebas. Sedangkan variabel moderator adalah variabel yang mempengaruhi, baik memperlemah atau memperkuat hubungan antara variabel bebas (variable independen) ke terikat (variable dependent).

Sering muncul kebingungan mengenai kapan sebuah variabel diperlakukan sebagai variabel bebas dan kapan variabel tersebut menjadi variabel moderator.
Contohnya adalah seseorang yang mempunyai prestasi  belajar  tidak dipengaruhi oleh peranan dosen. Hanya mereka yang memiliki tekad dan motivasi tinggi untuk belajar yang akan memiliki prestasi yang baik.
Dalam situasi tersebut, kita mempunyai tiga variabel yang sama. Peranan dosen merupakan variabel bebas, dan prestasi belajar merupakan variabel terikat. Sedangkan, tekad dan motivasi yang tinggi merupakan variabel moderator. Dengan kata lain hanya mereka yang memiliki tekad dan motivasi yang tinggi untuk belajar yang akan memiliki prestasi baik di pendidikannya. Dengan demikian, hubungan antara variabel bebas dan terikat menjadi tergantung pada kehadiran sebuah moderator.
2.2.6.      Variabel Antara
Sekaran (2014:124) mengatakan bahwa variabel antara (intervening variable) adalah variabel yang mengemukan antara waktu variabel bebas mulai bekerja memengaruhi variable terikat, dan waktu pengaruh variabel bebas terasa pada variabel terikat.
Dengan demikian, terdapat kualitas temporal atau dimensi waktu pada variabel antara. Variabel antara mengemukakan sebagai sebuah fungsi variabel bebas yang berlaku dalam situasi apa pun, serta membantu mengonsepkan dan menjelaskan variabel bebas terhadap variabel terikat.
Contohnya adalah hubungan antara stress dan kepribadian terhadap kinerja. Stressor (penyebab stress) berakibat sebagai penyebab (independent) dan stress yang dirasakan ditempatkan sebagai mediator. Pada hubungan antara stressor dan stress yang dirasakan dipengaruhi oleh salah satunya tipe kepribadian, misalnya tipe A.
Dalam kaitannya, beberapa ahli menyatakan bahwa kepribadian tipe A lebih mudah terkena stress karena perilakunya yang cenderung lebih agresif dan ambisius serta pikiran mereka dipenuhi oleh masalah. Dengan demikian, meski sumber stresnya sama yaitu pekerjaan, stress yang dirasakan setiap orang akan berbeda tergantung kepada tipe kepribadian yang dimilikinya. Lalu, stress yang dirasakan ini akan mempengaruhi perilaku kinerja pegawai.
Untuk membedakannya, ketika variabel bebas menjelaskan varians dalam variabel terikat, variabel antara tidak menambahkan varians yang telah dijelaskan oleh variabel bebas, sedangkan variabel moderator mempunyai pengaruh interaksi dengan variabel bebas dalam menjelaskan varians. Yaitu, kecuali variabel moderator hadir, teori mengenai hubungan antara kedua variabel lain yang dipertimbangkan tidak akan terbukti.
Entah sebuah variabel adalah variabel bebas, variabel terikat, variabel antara atau variabel moderator, anda sebaiknya menetukannya dengan membaca secara teliti dinamika yang berlaku dalam situasi yang dihadapi. Misalnya, variabel seperti motivasi kerja bisa menjadi variabel terikat, variabel bebas, variabel antara, atau variabel moderator, tergantung pada model teori yang digunakan.

2.3.            Kerangka Teoretis

Sekaran (2014:127) berpendapat bahwa kerangka teoretis adalah “jaringan asiosiasi yang disusun, dijelaskan, dan dielaborasi secara logis antarvariabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan diidentifikasikan melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survei literatur.”
Sedangkan pendapat Kuncoro (2009:45), kerangka teoretis adalah “suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa kerangka teoretis adalah suatu model jaringan asiosiasi yang disusun, dijelaskan dan dielaborasi secara logis antarvariabel yang dianggap relevan sehingga dapat menerangkan hubungan teori dengan faktor-faktor yang telah diketahui dalam suatu masalah.
Kerangka teoretis merupakan langkah penting dalam sebuah proses penelitian. Untuk mendapatkan solusi masalah yang baik peneliti diharuskan untuk mengindentifikasi  masalah  dengan benar dan variabel yang mempengaruhinya. Kemudian mengelaborasi jaringan asiosiasi antarvariabel sehingga hipotesis yang relavan dapat disusun dan kemudian diuji.
Survei literatur dilakukan agar kita bisa terhindar dari  kemungkinan  melewatkan variabel penting yang bisa saja telah ditemukan di masa lalu oleh penelitian lain. Sehingga terhindar dari penciptaan penelitiaan kembali. Hal tersebut, sebagai tambahan untuk hubungan logis lainnya yang dapat dikonsepkan, membentuk dasar untuk model teoretis. Kerangka teoretis mengelaborasi hubungan antarvariabel, menjelaskan teori yang menggaris bawahi relasi tersebut, dan menjelaskan sifat dan arah hubungan. Sebagaimana survei literatur memberikan panggung untuk kerangka teoretis yang baik.
2.3.1.      Komponen Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis secara logis menjelaskan sangkut-paut antarvariabel tersebut. Hubungan antar variable bebas, variabel terikat, dan jika tepat, variabel moderator dan antara di uraikan. Elaborasi variabel dalam kerangka teoretis menunjukkan persoalan mengapa atau bagaimana kita mengharapkan hubungan tertentu berlaku, sifat, dan arah hubungan antarvariabel minat.
Hal mendasar yang harus diperhatikan dalam kerangka teoritis yang dikemukakan Sekaran (2014:129), yaitu:
1.                  Variabel yang dianggap relevan untuk studi harus di identifikasi dan dinamai dengan jelas dalam pembahasan.
2.                  Pembahasan harus menyebutkan mengapa dua atau lebih variabel berkaitan satu sama lain. Hal ini sebaiknya dilakukan untuk hubungan penting yang diteorikan berlaku diantara variabel.
3.                  Bila sifat dan arah hubungan dapat diteorikan berdasarkan temuan penilitian sebelumnya, maka harus ada indikasi dalam  pembahasan  mengenai apakah hubungan  akan  positif atau  negatif.
4.                  Harus ada penjelasan yang gambling mengenai mengapa kita memperkirakan hubungan  tersebut berlaku . argument bisa ditarik dari temuan penelitian sebelumnya.
5.                  Suatu diagram skematis kerangka teoretis harus diberikan agar pembaca dapat melihat dan dengan  mudah  memahami hubungan yang diteorikan.
2.3.2.      Kerangka Teoretis Untuk Contoh
Korupsi di Indonesia sudah  tidak asing  lagi, sudah begitu banyak para  wakil rakyat yang melakukan hal kotor tersebut tanpa rasa malu. Faktor yang mempengaruhi mereka melakukan korupsi antara lain penegakan hukum  kurang konsisten, adanya peluang atau kesempatan, keserakahan, gagalnya pendidikan agama dan etika. Jika semua itu diperbaiki mereka akan takut dan berpikir dua kali  untuk melakukan korupsi.
Kerangka teoretis untuk contoh kasus diatas sebagai berikut:
Variabel terikat adalah korupsi, yang merupakan variabel minat utama, dimana varians dicoba dijelaskan dengan empat variabel bebas, yaitu (1) hukum  yang kurang konsisten, (2) adanya peluang atau  kesempatan, (3) keserakahan, (4) gagalnya pendidikan agama dan etika.
Penegakan  hukum hanya sebagai make-up politik, bersifat  sementara dan selalu berubah tiap pergantian pemerintahan. Dengan begitu kemungkinan kesempatan untuk melakukan korupsi sangat besar, dan apabila pun  tertangkap konsekuensinya sangat rendah karena pada saat tertangkap mereka bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumanya. Keserakan untuk mendapatkan uang yang membuat mereka melakukan segala cara untuk menguntungkan diri mereka. Dengan  sikap tersebut sangat terlihat bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam  mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Mereka hanya berfikir bahwa agama  hanya berkutat dalam masalah ibadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam  peran sosial. Jika saja ia tanamkan dalam dirinya  kekuatan ikatan emosional anatara agama dan pemeluk agama akan menyadarkan  bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.

2.4.            Penyusunan Hipotesis

Setelah kita mengidentifikasi variabel penting dalam suatu situasi dan menetapkan hubungan antarvariabel melalui pemikiran logis dalam kerangka teoritis, kita berada dalam posisi untuk menguji apakah hubungan yang diteorikan benar-benar terbukti kebenarannya. Dengan menguji hubungan tersebut secara ilmiah melalui analisis statistik yang tepat, atau melalui analisis kasus negatif (negative case analysis) dalam penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif/menjabarkan atau penelitian dengan cara pengumpulan data-data. Dengan ini kita akan memperoleh informasi terpercaya mengenai jenis hubungan yang eksis di antara variabel yang berlaku dalam situasi masalah. Hasil pengujian tersebut memberi kita beberapa solusi mengenai apa yang dapat diubah dalam situasi yang dihadapi untuk memecahkan masalah. Merumuskan pernyataan yang dapat diuji semacam tersebut disebut penyusunan hipotesis.

2.4.1.      Definisi Hipotesis
Menurut Sekaran (2014:135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai “hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.”
Singarimbun dan Effendi (1989:43) berpendapat tentang hipotesa adalah “sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, karena ia merupakan instrumen kerja dari teori.”
Sedangkan Sukandarrumidi (2002:126) menyatakan bahwa hipotesis yaitu “dari hasil tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian yang diharapkan atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis adalah sarana penelitian yang penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan empiris yang mungkin diperoleh.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis memberikan informasi tentang variabel-variabel penelitian serta hubungannya. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Hipotesis disusun secara singkat dengan kalimat pendek yang jelas dan sistematis. Hipotesis ini nantinya harus muncul dalam kesimpulan penelitian. Untuk mempermudah dan meyakinkan pembaca jumlah hipotesis yang disusun harus ditunjukkan sama dengan jumlah kesimpulan yang menjawab atau membenarkan hipotesis.
2.4.2.      Pernyataan Hipotesis: Format
Pernyataan Jika-Maka (If-Then Statement)
Seperti disebutkan sebelumnya, hipotesis adalah pernyataan yang dapat diuji mengenai hubungan antarvariabel. Hipotesis juga dapat menguji apakah terdapat perbedaan antara dua kelompok (atau antara beberapa kelompok) yang terkait dengan variabel. Untuk menguji apakah hubungan atau perbedaan yang diperkirakan tersebut eksis atau tidak, hipotesis dapat disusun sebagai proposisi atau dalam bentuk pernyataan jika-maka (if-then statement). Kedua format tersebut bisa dilihat dalam contoh berikut.
Awan pada sore hari terlihat hitam dan langit menjadi pekat akan turun hujan.
Jika awan pada sore hari terlihat hitam dan langit menjadi pekat maka akan turun hujan.
2.4.3.      Hipotesis Direksional dan Nondireksional
Jika, dalam menyatakan hubungan antara dua variabel atau membandingkan dua kelompok, istilah-istilah seperti positif, negatif, lebih dari, dan semacamnya digunakan, maka hipotesis tersebut disebut direksional karena arah hubungan antarvariabel (positif/negatif) ditunjukkan.
Contoh hipotesis direksional:
Semakin besar gaji yang diberikan untuk karyawan, semakin rendah tingkat keabsenan karyawan tersebut.
Di sisi lain, hipotesis nondireksional adalah hipotesis yang mendalilkan hubungan atau perbedaan, tetapi tidak memberikan indikasi mengenai arah dari hubungan atau perbedaan tersebut. Dengan kata lain, meskipun mungkin, diperkirakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di antara dua variabel, kita tidak dapat mengatakan apakah hubungan tersebut akan positif atau negatif.
Contoh hipotesis nondireksional:
Ada hubungan antara usia dan kedewasaan.
2.4.4.      Hipotesis Nol dan Alternatif
Menurut Sekaran (2014:138), hipotesis nol (hipotesis nihil atau null hypotheses) adalah “proposisi yang menyatakan hubungan yang definitif dan tepat diantara dua variabel.”
Arikunto (2010:113) menegaskan bahwa hipotesis nol menyatakan “tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.”
Sedangkan Kuncoro (2009:61) berpendapat bahwa hipotesis statistik atau null hypothesis menyatakan bahwa “tidak ada (nol) hubungan atau perbedaan di antara kedua variabel, dan jika terdapat hubungan atau perbedaan, adalah karena secara kebetulan semata.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis mendefinisikan hipotesis nol adalah proposisi yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan, perbedaan atau tidak adanya pengaruh antara dua variabel, dan jika ada hanyalah kebetulan semata.
Menurut Arikunto (2010:113), rumusan hipotesis nol adalah:
a.                  Tidak ada perbedaan antara .......... dengan ..........
b.                  Tidak ada pengaruh .......... terhadap ..........
Menurut pendapat Sekaran (2014:138), hipotesis alternatif, yang merupakan kebalikan dari hipotesis nol, adalah “pernyataan yang mengungkapkan hubungan antara dua variable atau menunjukkan perbedaan antara kelompok.”
Arikunto (2010:112) mengemukakan bahwa hipotesis alternatif atau hipotesis kerja menyatakan “adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.”
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis mendefinisikan bahwa hipotesis alternatif adalah pernyataan yang mengungkapkan adanya hubungan atau perbedaan antara dua variabel.
Arikunto (2010:112) menjelaskan  bahwa rumusan hipotesis alternatif adalah:
a.                  Jika .................... maka ....................
b.                  Ada perbedan antara .......... dan ..........
c.                  Ada pengaruh ................ terhadap ..............
Menurut pendapat Sekaran (2014:141), langkah-langkah yang harus di ikuti dalam pengujian hipotesis adalah :
1.                  Menyatakan hipotesis nol dan alternatif.
2.                  Memilih uji statistik yang tepat berdasarkan apakah data yang dikumpulkan adalah parametrik atau nonparametrik.
3.                  Menent ukan sikap signifikasi yang diinginkan (  = 0,05, atau lebih, atau kurang).
4.                  Memastikan jika hasil dari analisis komputer menunjukkan bahwa tingkat signifikansi terpenuhi. Jika, seperti dalam kasus analisis korelasi Pearson dalam peranti lunak Excel, tingkat signifikansi tidak muncul dalam printout, perhatikan nilai kritis (critical value) yang menetapkan daerah penerimaan pada table yang sesuai [(t, F, X2)—lihat tabel]. Nilai kritis tersebut membagi daerah penolakan dari daerah penerimaan hipotesis nol.
5.                  Jika nilai hitung (resultant value) lebih besar daripada nilai kritis (critical value), hipotesis nol ditolak, dan alternatif diterima, jika nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis, hipotesis nol diterima dan alternatif ditolak.

2.5.            Pengujian Hipotesis dengan Penelitian Kualitatif: Analisis Kasus Negatif

Sekaran (2014) berpendapat bahwa hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitatif. Seorang peneliti membuat kerangka teoretis bahwa perilaku tidak etis seorang akuntan merupakan fungsi dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan antara benar atau salah, atau karena kebutuhan mendesak akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan perusahaan terhadap perilaku semacam itu. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tesebut merupakan penyebab utama yang memengaruhi perilaku tidak etis, peneliti akan mencari data yang menyangkal hipotesis. Bahwa jika suatu kasus tunggal tidak mendukung hipotesis, teori tersebut harus direvisi. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu kasus di mana seorang akuntan dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dengan memanipulasi data keuangan (meskipun faktanya ia cukup mampu membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang dan mengetahui bahwa perusahaan tidak akan membiarkan perilakunya), hanya karena ia ingin “kembali” ke sistem yang tidak akan menerima sarannya.” Penemuan baru ini melalui penolakan atas hipotesis semula, disebut sebagai metode kasus negatif (negative case method), memungkinkan peneliti untuk merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori tersebut menjadi kukuh.

2.6.            Keuntungan Manajerial

Sekaran (2014) mengatakan bahwa ketika manajer merasakan masalah, ke pengumpulan data awal (termasuk survei literatur),  ke penyusunan kerangka teoritis berdasarkan survei literatur dan dipandu oleh pengalaman dan intuisi, serta ke perumusan hipotesis untuk diuji. Setelah masalah didefinisikan, pengertian yang baik mengenai keempat jenis variabel yang berbeda memperluas pemahaman manajer, Pengetahuan tentang bagaimana dan untuk tujuan apa kerangka teoritis dibangun dan hipotesis disusun memampukan manajer untuk menjadi hakim cerdas terhadap laporan penelitian yang diberikan oleh konsultan. Jika pengetahuan tersebut tidak dimiliki, banyak temuan penelitian tidak akan terlalu berguna bagi manajer dan pengambilan keputusan akan memunculkan kebingungan.
  

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: PT. Rineka Cipta.
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sekaran, Uma. 2014. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Sukandarrumidi. 2002. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.